(IslamToday ID) – Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Abdul Muiz Ali mengatakan, Malam Lailatul Qadar, malam yang penuh keberkahan dan lebih baik dari seribu bulan, menjadi momen yang sangat dinanti-nantikan oleh umat Islam, terutama pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Malam tersebut, kata dia, diyakini sebagai waktu yang penuh dengan rahmat Allah SWT, segala amal ibadah yang dilakukan pada malam tersebut dilipatgandakan pahalanya. Oleh karena itu, umat Islam berlomba-lomba mencari malam tersebut dengan berbagai amalan, seperti sholat malam, dzikir, dan ibadah lainnya.
Menurutnya, malam Lailatul Qadar dapat dipahami dari perspektif Al-Qur’an dan hadis. Dalam penjelasannya, ulama yang akrab disapa Kiai AMA menyebutkan bahwa ada tiga tingkatan dalam menghidupkan malam Lailatul Qadar.
“Yang pertama, tingkatan tertinggi adalah menghidupkan Lailatul Qadar dengan melakukan shalat malam. Kemudian, tingkatan kedua adalah menghidupkan Lailatul Qadar dengan zikir. Sedangkan tingkatan yang paling rendah adalah dengan melaksanakan sholat Isya dan subuh berjamaah,” ungkap Kiai AMA dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, dilansir dari situs resmi MUI, Ahad (16/3/2025).
Pada pandangan pertama, Kiai AMA menjelaskan, mungkin banyak yang merasa bahwa sholat Isya berjamaah dan Subuh berjamaah adalah amalan yang sederhana. Namun, Kiai AMA menegaskan, bahwa meskipun berada pada tingkatan yang lebih rendah, sholat berjamaah pada malam Lailatul Qadar tetap memiliki keutamaan yang sangat besar. Bahkan, meskipun dianggap sebagai penghidupan malam pada tingkat yang paling dasar, amalan ini tidak kalah pentingnya.
“Orang yang melaksanakan sholat isya dan subuh berjamaah berarti dia telah menghidupkan lailatul qadar, meskipun pada tingkat yang paling rendah. Ini sudah dianggap sebagai penghidupan malam lailatul qadar,” kata Kiai AMA.
Ia menyebut, keutamaan melaksanakan sholat isya dan shubuh berjamaah pada malam lailatul dadar juga dikuatkan dengan beberapa hadis dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh para ulama.
Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm yang menyatakan:
أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ
“Menghidupkan Lailatul Qadar bisa dengan melaksanakan sholat Isya berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan sholat Subuh secara berjamaah.”
Hadits ini menunjukkan bahwa hadir di sholat osya berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah sudah dianggap sebagai bentuk menghidupkan malam Lailatul Qadar.
Selain itu, terdapat riwayat dari Imam Malik yang disampaikan oleh Ibnul Musayyib:
مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
“Siapa yang menghadiri shalat berjamaah pada malam lailatul qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam tersebut.”
Hadits tersebut, kata dia, semakin menegaskan bahwa hadir di shalat berjamaah, khususnya pada malam lailatul qadar, adalah salah satu cara untuk menghidupkan malam tersebut, meskipun tidak melaksanakan sholat malam penuh.
Sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan juga menguatkan keutamaan ini, yang mengatakan:
مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ قِيَامُ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ
“Siapa yang menghadiri shalat isya berjamaah, maka baginya pahala sholat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat isya dan shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.”
Hadits tersebut, kata Kiai AMA, sangat jelas menunjukkan bahwa melaksanakan sholat isya dan subuh berjamaah memberikan pahala yang sangat besar, bahkan setara dengan menghidupkan seluruh malam tersebut.
Kiai AMA juga mengingatkan bahwa setiap bentuk ibadah yang dilakukan dengan niat yang ikhlas akan dihargai oleh Allah SWT.
Ia menegaskan bahwa meskipun tidak mampu melaksanakan sholat sunnah atau dzikir panjang, minimal menghadiri sholat Isya berjamaah dan Shubuh berjamaah sudah cukup sebagai bentuk usaha untuk menghidupkan malam lailatul qadar.
“Meskipun tidak mampu untuk melakukan sholat sunnah atau dzikir panjang, minimal kita menghadiri sholat Isya berjamaah dan mengikuti tarawih serta sholat subuh berjamaah selama Ramadhan. Maka, kita sudah dianggap menghidupkan malam lailatul qadar meskipun kita tidak merasakannya langsung,” jelas Kiai AMA. [nfl]