(IslamToday ID) – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia siap menghadapi potensi tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif dari Amerika Serikat yang sebelumnya diwacanakan oleh Presiden Donald Trump.
“Sejak arahan Bapak Presiden diberikan, kami langsung bekerja intensif, berkoordinasi erat dengan Kemenko Perekonomian serta berbagai asosiasi seperti Apindo dan pelaku industri lainnya,” ucap Luhut dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri Sudirman, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025) sore.
Menurutnya, langkah ini dilakukan untuk menggali informasi langsung dari lapangan dan memetakan potensi dampak yang akan dihadapi dunia usaha dalam negeri. Selain itu, kata Luhut, DEN juga telah melakukan simulasi mendalam terkait skenario potensi dampak tarif AS terhadap perekonomian Indonesia. Meskipun tekanan ekonomi global akibat perang dagang bisa menimbulkan kontraksi perdagangan dunia, Luhut menegaskan, bahwa Indonesia tidak perlu panik.
“Kita waspada, oke. Tapi tidak perlu khawatir berlebihan. Porsi ekspor Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) relatif kecil, hanya sekitar 23,8%, dan ekspor ke Amerika Serikat pun hanya menyumbang 10% dari total ekspor kita,” jelasnya.
Dalam situasi tersebut, Purnawiran TNI AD itu mengapresiasi Presiden Prabowo yang dikatakan telah mengambil sejumlah keputusan cepat yang mendukung upaya mitigasi, termasuk kebijakan deregulasi yang menyangkut kuota dan insentif fiskal. Langkah-langkah tersebut, kata Luhut, diharapkan dapat menyerap dampak tarif AS sebesar 32 persen serta menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang diperkirakan tetap dalam batas aman.
Namun demikian, Luhut juga mengingatkan, jika terjadi eskalasi perang dagang global yang lebih luas, terutama dengan keterlibatan negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa, maka tekanan terhadap ekonomi Indonesia akan lebih signifikan. Terlebih lagi, perlambatan ekonomi Tiongkok dinilai dapat membawa efek lanjutan terhadap sektor-sektor tertentu di Indonesia.
“Misalnya di sektor perikanan, tekstil, elektronik, dan produk plastik. Ini sektor padat karya yang harus kita perhatikan. Pemerintah akan hadir untuk memberikan dukungan, terutama selama masa transisi ini,” kata Luhut.
Di sisi lain, Luhut juga menyampaikan, bahwa situasi global ini membuka peluang strategis baru bagi Indonesia, khususnya dalam menarik investasi asing. Beberapa investor dari Tiongkok yang awalnya mempertimbangkan negara tetangga dikabarkan kini melihat Indonesia sebagai alternatif yang lebih menjanjikan.
“Kami laporkan kepada Bapak Presiden bahwa banyak investor dari Tiongkok melihat Indonesia sebagai destinasi baru investasi, termasuk untuk sektor semikonduktor. Ini adalah peluang besar yang harus segera kita tangkap,” ujarnya.
Seluruh Pihak Bersatu
Luhut juga mengingatkan seluruh pihak untuk tetap bersatu dan mendukung kebijakan pemerintah dengan menyebarkan informasi yang positif dan berdasarkan data, bukan spekulasi atau opini yang menyesatkan.
Ketua DEN itu pun menegaskan, bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi menyeluruh untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari perang dagang global, termasuk skema negosiasi dengan Amerika Serikat dan serangkaian kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Menurutnya, meskipun nilai tukar rupiah dan pasar saham Indonesia mengalami koreksi, kondisi tersebut masih sejalan dengan tren yang terjadi di negara-negara lain dan tidak perlu disikapi secara panik.
“Ini bagian dari dinamika pasar global. Kita lihat Nasdaq (bursa efek AS) pun mengalami koreksi hampir 2.000 poin sejak diumumkannya tarif pada 2 April. Namun, Presiden mengambil keputusan dengan tenang, cepat, dan tepat. Ini kami apresiasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Luhut menyatakan, mengenai strategi negosiasi dengan Amerika Serikat, telah disiapkan secara konkret dan komprehensif, bekerja sama dengan Kemenko Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, serta asosiasi-asosiasi industri terkait. Indonesia disebut telah menyiapkan proposal negosiasi tarif yang menjawab langsung permasalahan yang diangkat oleh Pemerintah AS melalui Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
“Delegasi Indonesia akan segera berangkat dan dijadwalkan bertemu dengan pejabat tinggi AS pada 17 April mendatang. Dalam delegasi ini akan turut serta perwakilan dari DEN, Kemlu, dan Kemendag,” imbuhnya.
Pemerintah, lanjut dia, juga disebut tengah menyiapkan kebijakan counter–cyclical guna meminimalkan dampak negatif terhadap sektor-sektor padat karya yang paling terdampak. Sejumlah kebijakan deregulasi telah diambil untuk memangkas biaya ekonomi tinggi serta meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Peluang Perluas Pasar
Luhut menjelaskan, bahwa momentum ini menjadi kesempatan penting bagi Indonesia untuk memperluas pasar, tak hanya ke Amerika, tapi juga ke kawasan Eropa dan negara-negara BRICS. Penyelesaian kerja sama dagang seperti European Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) akan membuka ruang baru bagi ekspor Indonesia.
“Kita tidak hanya menjaga pasar yang sudah ada, tapi juga memperluas jangkauan. Tiongkok, BRICS, dan Eropa adalah peluang. Bahkan Indonesia sekarang menjadi alternatif tujuan investasi karena tarif resiprokal kita lebih rendah dari banyak negara ASEAN,” tegasnya.
Lebih jauh, Luhut menyebutkan bahwa Indonesia sedang dalam posisi strategis di tengah reposisi perdagangan global. Hubungan diplomatik yang baik dengan Amerika, Tiongkok, dan Uni Eropa memungkinkan Indonesia memainkan peran penting sebagai mitra dagang dan basis produksi. [nfl]