(IslamToday ID) – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan bangsa Indonesia supaya tidak buang-buang energi pada hal yang sudah baku dan lupa pada isi.
Ia menyebut, kontroversi yang perdebatannya kulit itu seringkali muncul ketika musim Pemilu, salah satunya adalah munculnya isu untuk menggugat penggunaan nama Indonesia untuk negeri dan bangsa ini.
Menurut Haedar, energi bangsa ini akan habis jika masih saja berputar pada isu-isu banal tersebut. Akan lebih berguna, energi bangsa ini jika membahas tentang isi yaitu identitas diri dan persatuan Indonesia.
Identitas diri bangsa Indonesia, kata dia, dibangun di atas nilai-nilai agama, nilai luhur, bangsa, dan Pancasila sebagai dasar negara.
“Tiga nilai utama inilah yang menjadi identitas bangsa Indonesia, maka silaturahmi mesti menyatukan wawasan dan pandangan kita, bahwa tiga nilai ini punya tempat masing-masing,” tutur Haedar dikutip dari website resmi Muhammadiyah, Sabtu (19/4/2025).
Dalam agenda Silaturahmi Idul Fitri di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada hari ini, Haedar menyatakan, bahwa Indonesia bukan negara sekuler. Sebab, Pancasila sebagai dasar negara memiliki ruang untuk agama.
Mengutip Pidato Sukarno (1/6/1945), Haedar menuturkan, yang berketuhanan tak hanya bangsa, tapi bahkan juga negara Indonesia ini ber-Tuhan.
“Tentu modifikasi dan kodifikasi Indonesia cukup soft atau perlahan, bukan negara agama, tapi agama punya tempat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Guru Besar Ilmu Sosiologi ini berpesan, agar tidak ada lagi perdebatan persoalan yang sudah baku, yang mengarahkan Indonesia menjadi negara sekuler, maupun sebaliknya menjadikan Indonesia sebagai negara agama.
Identitas ini, harap Haedar, menjadi titik temu yang menjadi perekat persatuan Indonesia. Karena urusan final jika diungkit-ungkit terus, akan menimbulkan perpecahan.
Selain itu, secara resmi dan telah dibakukan dalam konstitusi identitas bangsa ini adalah bangsa Indonesia.
“Namun secara ekspresi kultural, konstitusi memberi ruang untuk yang lain seperti penggunaan Melanesia, Insulinde, Nusantara, dan lain sebagainya,” tutup Haedar.[nnh]