(IslamToday ID) – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Bidang Hukum dan HAM, KH Ikhsan Abdullah menilai hukuman yang pantas untuk aparat penegak hukum yang melakukan korupsi adalah penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Hal ini disampaikan Ikhsan menanggapi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang pada Sabtu (12/4/2025) malam menangkap empat orang termasuk Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) M Arif Nuryanta (MAN) terkait pengaturan putusan kasus CPO oleh PN Tipikor Jakpus. MAN diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 60 miliar.
Ikhsan mengatakan, perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang penegak hukum, terlebih tindak pidana yang bersifat extra ordinary crime, maka hukumannya harus diperberat. Jika perlu penjara seumur hidup atau hukuman mati.
“Mengapa hukuman seumur hidup atau hukuman mati? Karena penegak hukum apalagi seorang hakim statusnya menjadi ujung tombak dari penegakan hukum dan keadilan, karena vonisnya dianggap mewakili keadilan Tuhan,” kata Ikhsan, dikutip dari Republika, Rabu (23/4/2025).
Ia mengatakan, maka apabila seorang hakim Tipikor melakukan perbuatan korupsi dengan menerima suap atau riswah, hukuman yang pantas adalah vonis seumur hidup atau hukuman mati.
Menurutnya, vonis mati atau penjara seumur hidup saat ini sangat tepat dijatuhkan. Mengingat kejahatan korupsi sudah sangat darurat dan meresahkan, bukan hanya jumlah uang yang dikorupsi, tapi hampir semua kementerian, lembaga, bahkan aparat penegak hukum sudah terpapar kejahatan korupsi.
“Pembangunan mental dan akhlak bangsa akan terhalang oleh maraknya perilaku koruptif yang setiap hari dipertontonkan,” ujar Ikhsan.
Ia menegaskan, di dalam Islam penerima suap dan orang yang menyuap akan mendapat hukuman yang sama. [wip]