Rencana reaktivasi jalur KA (kereta api) di Jawa Barat, bukan hanya menjadi moda transportasi masyarakat, tapi juga dapat menarik wisatawan.
(IslamToday ID) – Rencana reaktivasi sejumlah jalur rel di Jawa Barat bukan hal baru. Namun tidak berjalan maksimal, lantaran tidak didukung anggaran yang mencukupi.
Gubernur Jawa Barat, Dede Mulyadi, berencana akan mengaktifkan seluruh jaringan kereta api di Provinsi Jawa Barat. Hal serupa juga pernah diusulkan Gubernur Jawa Barat sebelumnya, Ridwan Kamil.
Karena tidak ada dukungan anggaran yang cukup, hanya satu lintas yang dibangun, yaitu Cibatu – Garut sepanjang 19,3 km dengan pembiayaan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Jalur Cibatu – Garut sudah dibangun kembali dan beroperasi pada 22 Maret 2022. Jalur ini dibangun oleh PT KAI selama hampir 3 tahun (2019–2022). Jalur Garut – Cibatu dibuka pertama kali pada tahun 1889 dan berhenti beroperasi pada tahun 1983.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, berharap rencana tersebut bisa terealisasi.
“Semoga reaktivasi jalan rel di Jawa Barat terwujud, tidak sekedar omon-omon belaka,” ucap Djoko melalui WhatsApp kepada ITD News, Rabu (23/4/2025).
Butuh Keseriusan Pemerintah
Djoko menuturkan, mengaktifkan kembali jalur rel di Jawa Barat, bukan sekedar semangat, namun perlu tekad yang kuat dan anggaran yang cukup.
Sebab itu, menurutnya, perlu dukungan anggaran yang pasti dari pemerintah pusat, bukan hanya mengandalkan APBD Jawa Barat, karena pasti tidak cukup.
Disebabkan, kata dia, Provinsi Jawa Barat juga masih perlu membangun jaringan jalan di daerahnya, yang perlu segera dituntaskan.
Ia menilai, sumber pendanaan juga tidak bisa mengandalkan swasta untuk membangun jalan rel. Selain investasinya mahal, juga pemerintah harus memberikan dukungan operasional nantinya.
“Tanpa adanya dukungan operasional, pihak swasta tidak tertarik. Lain halnya, membangun jaringan jalan tol,” ucapnya.
Karena, menurut dia, moda transportasi Kereta Api (KA), selain membangun prasarana juga harus menyiapkan sarananya juga.
Membangun jaringan rel yang sudah lama tidak beroperasi, ia memperkirakan, tidak cukup dengan menggarkan untuk pekerjaan fisik semata.
Sebab, sejumlah lintas dan stasiun sudah menjadi permukiman warga setempat, sehingga menurutnya, perlu melibatkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk pengadaan permukiman baru, bagi warga yang terkena dampak reaktivasi itu.
Sementara Pemerintah Pusat, kata dia, saat ini anggarannya dipangkas melebihi 50 persen. Apakah reaktivasi jalur KA bisa akan terealisasi?

Jalur Kereta Non-Katif di Jawa Barat
Merunut data dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian tahun 2010 ada 15 jalur KA non-aktif yang berada di Provinsi Jawa Barat.
Namun pada 2022 lalu, 1 jalur sudah aktif beroperasi hingga saat ini, yakni jalur Cibatu – Garut dengan jarak 19,3 km, sementara sisanya yang belum aktif antara lain:
1. Banjar – Cijulang (83 kilometer).
2. Cikudapateh – Ciwidey (27 kilometer).
3. Dayeuhkolot – Majalaya (18 kilometer).
4. Rancaekek – Jatinangor – Tanjungsari (12 kilometer).
5. Cirebon – Jamblang – Jatiwangi – Kadipaten (67 kilometer).
6. Mundu – Ciledug – Losari (40 kilometer).
7. Cibatu – Garut – Cikajang (47 kilometer).
8. Jatibarang – Indramayu (19 kilometer).
9. Cikampek – Cilamaya (28 kilometer).
10. Cikampek – Wadas (16 kilometer).
11. Kerawang – Lamaran – Rengasdengklok (21 kilometer).
12. Lamaran – Wadas (15 kilometer).
13. Mundu – Ciledug – Losari (40 kilometer).
14. Tasiksmalaya – Singaparna (17 kilometer).

Menarik dan Berpotensi Jadi Destinasi Wisata
Menurut Djoko Setijowarno, reaktivasi jalur KA di Jawa Barat bukan sekedar menyediakan moda transportasi bagi para warga, melainkan berpotensi meningkatkan daya tarik wisatawan yang akan melancong ke wilayah tersebut.
Ada beberapa jalur kereta yang berpotensi menarik pelancong, melihat jalurnya yang indah dan memiliki nilai sejarah yang tinggi, diantaranya:

1. Stasiun tertinggi di Indonesia (Stasiun Cikajang, Garut)
Stasiun Cikajang yang berada di Kabupaten Garut, menjadi stasiun tertinggi di Indonesia dengan berada pada ketinggian 1.246 meter di atas permukaan air laut (mdpl).
Stasiun yang melintas di kaki gunung Cikuray tersebut, sudah 43 tahun terbengkalai, seiring dengan dihentikannya operasional jalur Cibatu – Garut – Cikajang pada tahun 1982.
Jalur kereta api Cibatu – Garut – Cikajang selesai dibangun tahun 1930. R.H.J Spanjaard selaku kepala proyek pembangunan mengatakan, jalur tersebut merupakan proyek tersulit pada masa itu, karena harus menembus pegunungan.
Lantaran jalurnya terjal, jalur itu hanya bisa dilayani oleh lokomotif bermassa besar, seperti lokomotif CC10, CC50, D14 dan DD52.
Tahun 1970 merupakan masa kejayaan KA Cibatu – Garut – Cikajang, karena menjadi daya tarik para pecinta kereta api dari dalam maupun luar negeri.
Jalur Cibatu – Cikajang memiliki panjang sekitar 47 kilometer. sedangkan jalur Garut – Cikajang sepanjang 28 kiloemeter. Terdapat 7 stasiun yang dilewati rute Cibatu – Cikajang, yaitu Stasiun Wanaraja, Stasiun Karangpawitan, Stasiun Garut, Stasiun Samarang, Stasiun Kamojan (922 mdpl), Stasiun Bayongbong (997 mdpl) dan Stasiun Cisurupan (1.216 mdpl).
Selain untuk mengangkut penumpang, Staiun Cikajang awalnya dibangun untuk jalur transportasi pengiriman hasil perkebunan.
Cikajang sendiri merupakan salah satu daerah penghasil teh terbesar di Garut, sehingga jalur kereta ini membantu mengangkut teh dan juga hasil pertanian lainnya.
Belanda pada masa kekuasaannya, mendirikan sekitar 5 perkebunan teh di kawasan Cikajang, yakni di Giriwas, Cisaruni, Cikajang, Papandayan, dan Darajat.
Jalur KA Cibatu – Garut – Cikajang merupakan jalur percabangan yang menghubungkan Stasiun Cibatu dengan Stasiun Cikajang melewati Kota Garut.
Djoko Setijowarno mengatakan, manfaat reaktivasi jalur ini, dapat mendukung perekonomian dan pariwisata daerah Garut.
“Akan mendulang kembali potensi pariwisata dan perekonomian masyarakat Priangan,” ucapnya.
Sebagai informasi, status stasiun aktif tertinggi di Indonesia, saat ini masih dipegang Stasiun Nagreg dengan ketinggian 848 mdpl.

2. Jalur Yang Dikenal Sebagai Destinasi Wisata Jawa Barat (Banjar – Cijulang).
Jalur Banjar – Cijulang terdapat sejumlah stasiun, terorongan, dan jembatan. Diantaranya, Stasiun Banjar, Terowongan Phillip/Batulawang (283 m), Terowongan Hendrik (105 m), Terowongan Cikacepit (340 m), Terowongan Juliana (127,4 m), Terowongan Wilhelmina (1.116 m), Jembatan Cipambokongan (284,8 m), Jembatan Cikabayutan (164 m), Jembatan Cikacampa (160 m), Jembatan Ciputrapinggan Beton (95 m), Jembatan Ciputrapinggan Baja (150 m), Stasiun Banjarsari, Stasiun Padaherang, Stasiun Kalipucang, Stasiun Pangandaran, dan Stasiun Cijulang.
Jalur tersebut, menurut Djoko yang juga seorang Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, memiliki alam yang sangat eksotik dan akan banyak menarik wisatawan ke Pangandaran.
“Pangandaran sudah dikenal sebagai salah satu destinasi daerah wisata yang cukup dikenal di Jawa Barat. Dan cukup banyak dikunjungi pelancong dalam negeri maupun mancanegara,” ungkapnya. [amp]