(IslamToday ID) – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mendesak penghentian total operasi PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Mandailing Natal, Sumatera Utara, menyusul semburan lumpur panas yang kembali mengancam keselamatan ribuan warga.
Semburan terjadi di areal Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, tak jauh dari lokasi pengeboran panas bumi perusahaan tersebut.
Kepala Divisi Simpul & Jaringan JATAM, Imam Shofwan, menyatakan, bahwa insiden berulang ini membuktikan proyek panas bumi yang diklaim sebagai energi bersih justru menjadi bencana kemanusiaan dan ekologis.
“Rentetan kejadian berulang tanpa evaluasi menunjukkan bahwa proyek geothermal, yang diklaim ramah lingkungan dan solusi krisis iklim, justru menjadi petaka bagi warga dan lingkungan. Warga dipaksa menjadi tumbal demi panas bumi: ruang produksi pertanian hancur, sumber air tercemar, kesehatan terganggu, dan ancaman kematian membayangi setiap waktu,” tutur Imam dalam keterangannya kepada IslamToday ID, Sabtu (26/4/2025).
Ada 10 Titik Semburan Lumpur Panas
Menurut JATAM, terdapat sedikitnya sepuluh titik semburan lumpur panas yang kini merusak kebun-kebun garapan warga.
Antara lain, kebun karet, kemiri, kakao, bahkan sawah produktif, kini tergenang lumpur berbau belerang.
Sementara itu, lokasi semburan terhitung hanya sekitar 900 meter dari wellpad E milik PT SMGP.
Lokasinya, kurang dari 500 meter, dari permukiman penduduk yang dihuni 1.931 jiwa.
Imam menjelaskan, bahwa fenomena semburan diawali dari rekahan kecil di permukaan tanah yang mengeluarkan asap.
Lebih lanjut, gejala yang sudah dilaporkan warga sejak 2021 namun diabaikan oleh perusahaan.
Seiring waktu, lanjutnya, rekahan itu berubah menjadi kawah-kawah besar yang meluas, mengancam pertanian warga.
“Menurut warga, setidaknya empat hektare kebun telah rusak akibat semburan lumpur panas sejak 2024. Tak hanya merusak tanaman keras tahunan, lumpur panas yang berbau belerang itu juga muncul di lahan sawah produktif yang biasa digunakan warga untuk menanam padi,” ungkapnya.
Proyek Geotermal Meracuni & Menewaskan Warga Sekitar
Rentetan insiden berbahaya sepanjang hampir satu dekade terakhir, mulai dari kebocoran gas Hidrogen Sulfida yang menewaskan lima orang pada 2021.
Hingga, semburan lumpur panas yang meracuni puluhan warga, memperlihatkan pola pembiaran yang berbahaya.
Berdasarkan catatan JATAM, insiden semburan lumpur panas terakhir juga pernah terjadi pada April 2022.
Hal itu, menyebabkan 21 warga terpapar gas beracun dan dirawat di RSUD Panyabungan.
“Sejak awal, geothermal sudah kami ingatkan bukan energi bersih jika seluruh tahapannya justru menghasilkan bencana,” kata dia.
JATAM menilai, pemerintah Indonesia selama ini hanya sekali memberikan sanksi kepada PT SMGP, yakni pemberhentian sementara pada 2021, itu pun setelah jatuh korban jiwa.
“Selebihnya, berbagai insiden diabaikan tanpa penegakan hukum memadai,” terang Kepala Divisi Simpul & Jaringan JATAM.
Operasi PT SMGP Harus Dihentikan & Dievaluasi
Imam pun mendesak, penghentian total operasi PT SMGP dan evaluasi independen, terhadap seluruh proyek geothermal di Indonesia.
“Menempatkan geothermal sebagai energi terbarukan bukan hanya menyesatkan, tetapi mencerminkan cara berpikir keliru yang hanya menghitung angka emisi, tanpa mempedulikan nyawa manusia,” ujar Imam Shofwan.
JATAM menekankan, bahwa apa yang terjadi di Mandailing Natal bukan kasus tunggal.
Ancaman serupa, kata dia, juga muncul di berbagai lokasi proyek geothermal di Indonesia, seperti Dieng, Lahendong, Ulumbu, Mataloko, dan Sokoria.
“Kami mengecam keras PT SMGP dan pemerintah, atas sikap masa bodoh terhadap keselamatan warga dan keberlangsungan ruang hidup mereka,” pungkasnya.[nnh]