(IslamToday ID) – Usul menjadikan Kota Solo sebagai daerah istimewa tidak sesuai dengan prinsip efisiensi yang digaungkan pemerintah pusat. Sebab, penetapan suatu daerah menjadi daerah istimewa akan meningkatkan pengeluaran negara.
“Di tengah negara sedang tidak baik-baik saja dari sisi anggaran, masing-masing kan tahu kita juga aktif dalam penjagaan efisiensi ya. Nah, menurut kami dengan hati mereka diberikan kekhususan atau keistimewaan itu ada konsekuensi keuangan negara,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah, Armand Suparman, Senin (28/4/2025).
Ia mengatakan, daerah yang akan mendapatkan status keistimewaan ini akan mendapat alokasi anggaran tambahan dari pemerintah, bukan hanya dana transfer daerah atau dana perimbangan.
Armand mencontohkan, Yogyakarta yang memiliki status daerah istimewa kini mendapatkan kucuran dana keistimewaan. “Jadi dari dimensi itu saja menurut kami belum relevan gitu ya,” ujarnya, dikutip dari Kompas.
Armand melanjutkan, alasan menetapkan daerah keistimewaan demi menjaga keunikan dan kelestarian budaya juga tidak relevan. Pasalnya, pemerintah pusat memiliki Kementerian Kebudayaan dan setiap daerah juga punya dinas terkait yang mengurus hal itu.
“Misalnya, bagaimana perhatian Kementerian Kebudayaan terhadap keistimewaan-keistimewaan dan keunikan-keunikan kebudayaan atau sejarah itu yang perlu diperkuat,” jelasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendapat usulan sejumlah daerah yang menginginkan adanya status keistimewaan. Dari data yang diterima, Jumat (25/4/2025), ada enam daerah yang mengusulkan wilayahnya menjadi daerah istimewa.
Daerah yang paling santer terdengar adalah Solo Raya, yang terdiri dari satu kota episentrum, Surakarta, dan enam kabupaten di sekitarnya, yakni Boyolali, Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, Klaten, dan Wonogiri.
Selain Solo di Jawa Tengah, terdapat enam provinsi yang menginginkan adanya status daerah istimewa, yakni Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau, dan dua usulan dari Sulawesi Tenggara. [wip]