(IslamToday ID) – Wakil Ketua Majelis Tablīgh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustaz Adi Hidayat, menyampaikan ceramah mendalam tentang makna Halal Bihalal.
Ia menguraikan, bahwa Halal Bihalal bukan sekadar tradisi, melainkan proses mengurai kekusutan hidup.
Yaitu, untuk mengembalikan manusia pada fitrah yang jernih, selaras dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan Idul Fitri.
Arti Kata Halal
Mengawali ceramahnya, Ustaz Adi menjelaskan asal-usul kata “ḥalāl” dari perspektif bahasa Arab.
Yakni, merujuk pada kitab Mughnī al-Labīb ‘an Kutub al-A‘ārīb karya Ibn Hisyam al-Anshari.
Ia menjelaskan, bahwa kata “halal” berasal dari akar kata ḥalla-yaḥillu bermakna mengurai sesuatu, yang kusut hingga menjadi lurus dan jernih.
“Dalam bahasa Arab, ketika benang kusut diurai hingga lurus, disebut ḥill al-aḥbāl ḥalālan. Air keruh yang disaring hingga jernih disebut ḥill al-mā’ ḥalālan. Begitu pula, ketika hubungan sosial yang keruh diurai hingga nyaman dan bening, disebut ḥill al-musykilah ḥalālan,” papar Adi Hidayat dilansir dari situs resmi Muhammadiyah, Ahad (27/4/2025).
3 Dimensi Kehidupan Manusia Berkaitan dengan Halal Bihalal
Menurutnya, konsep Halal Bihalal erat kaitannya dengan tiga dimensi kehidupan manusia: fisikal, intelektual, dan spiritual.
Sebagaimana kata “ḥalāl” yang muncul 55 kali dalam Al-Qur’an, merujuk pada 10 kegiatan yang terangkum dalam tiga dimensi tersebut.
“Halal Bihalal adalah implementasi nilai Al-Qur’an, untuk mengurai kekusutan hubungan sosial, intelektual, dan spiritual, sehingga kita kembali pada fitrah yang lurus, sebagaimana tujuan Idul Fitri,” ungkapnya.
Ia pun menyatakan, bahwa Ramadan menjadi momen melatih manusia untuk mengurai kekusutan hidup, baik dalam bentuk hawa nafsu, konflik sosial, maupun penyimpangan intelektual.
Idul Fitri, kata dia, diperkuat melalui Halal Bihalal untuk memastikan hubungan antar manusia tetap jernih dan harmonis.
“Hari ini, 27 Syawal, kita cek kembali, apakah fitrah kita masih terjaga setelah Ramadan? Halal Bihalal adalah cara memastikan hubungan kita lurus, bebas dari kekusutan, dan siap menyulam kebaikan berikutnya,” tambah UAH sapaan akrabnya.
Makna Halal Bihalal-5 Karakter Manusia dalam Al-Qur’an
UAH juga mengaitkan, makna Halal Bihalal dengan karakter manusia yang diuraikan dalam Al-Qur’an melalui lima nama: basyar, ins, insān, banī Ādam, dan al-nās.
Kelima nama ini, meski diterjemahkan sama sebagai “manusia,” memiliki makna spesifik yang mencerminkan algoritma kehidupan.
“Ketika hidup kita kusut karena menyimpang dari karakter ini, Ramadan dan Halal Bihalal mengembalikan kita pada fitrah. Ini bukan sekadar silaturahmi, tetapi proses menyaring hubungan hingga jernih dan produktif,” jelasnya.
Dalam konteks Muhammadiyah, ia menyinggung relevansi Halal Bihalal dengan dasar gerakan organisasi yang berpijak pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Halal Bihalal, kata dia, memperkuat komitmen kita untuk menjalankan amr ma‘rūf nahy munkar, sebagaimana salat yang tidak hanya dibaca (iqrā’), tetapi dipahami dan diamalkan (tilāwah) untuk mencegah perbuatan keji (faḥsyā’) dan mungkar,,
“Halal Bihalal mengajak kita menjahit kembali hubungan yang kusut, menjernihkan hati, dan mempersiapkan langkah baru menuju kehidupan yang lebih baik, selaras dengan visi Muhammadiyah,” tutup Ustaz Adi.
Diketahui, UAH hadir dalam acara Halal Bihalal Muhammadiyah Jawa Timur, yang digelar di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) pada Sabtu (26/4/2025).[nnh]