(IslamToday ID) – Warga Pulau Rempang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI pada Senin (28/4/2025).
Didampingi Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, AMAR-GB meminta Proyek Rempang Eco City dihentikan.
Pasalnya proyek tersebut, bukan lagi berstatus sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 tahun 2025.
Pengacara dari Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, Edy K Wahid, dalam RDP tersebut, mengatakan masyarakat Pulau Rempang dari awal tidak dilibatkan dalam rencana PSN Rempang Eco City.
“Saat ini tidak ada pengakuan hak pada masyarakat Rempang oleh BP Batam. Akui dulu hak masyarakat, baru bisa musyawarah,” kata Edy dalam RDP di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Hal itu, menurutnya, menandakan masyarakat di Pulau Rempang tidak diakui pemerintah, sehingga sampai saat ini, mengakibatkan tidak munculnya solusi yang jelas dari persoalan yang ada di Pulau Rempang.
Padahal, ia menyatakan, bahwa masyarakat Rempang sudah hidup turun temurun sejak ratusan tahun silam, bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

Selaras dengan Edy, Ahmad Fauzi yang juga pengacara dari Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, menyampaikan pandangannya perihal pengakuan pemerintah atas masyarakat Rempang.
Dia mengatakan, sering kali ketika BP Batam ingin menjalankan sebuah proyek, merasa memiliki wewenang atas segala tanah dan hak masyarakat di daerah kerjanya, Batam.
Hal itu, menurutnya, akibat dari Keputusan Presiden (Keppres) No 41 tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam.
Aturan ini, kata Fauzi, menjadi momok bagi masyarakat Batam, karena BP Batam diberi kewenangan atas lahan yang ada di Batam.
Sehingga, dalam RDP tersebut, masyarakat meminta Komisi VI DPR RI untuk memperhatikan betul aturan ini, yanb dapat menyebabkan konflik, karena ancaman penggusuran.
Dan itu, tidak hanya berpotensi terjadi di Pulau Rempang, tetapi juga dapat menimpa masyarakat daerah lain di Batam, imbuhnya.
“Jadi masyarakat di Rempang itu dianggap tidak ada karena aturan ini,” tegas dia.
Adapun, tuntutan masyarakat Pulau Rempang dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI tersebut terdapat 7 poin, yakni:
1. Batalkan PSN Rempang Eco City.
2. Hentikan Kekerasan, Kriminalisasi, dan tegakkan hukum seadil-adilnya.
3. Keluarkan PT MEG dari Pulau Rempang, serta hentikan kekerasan dan premanisme.
4. Pulihkan hak-hak masyarakat Rempang.
5. Hentikan solusi-solusi palsu pembangunan masyarakat.
6. Cabut Aturan-aturan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat.
7. Berikan pengakuan hak atas tanah masyarakat. [amp]