(IslamToday ID) – Ketua Umum Koperasi Forum Silaturahmi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (Fospem NKRI), Agustian Jamaludin menilai Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum sesuai dengan apa yang dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 karena bentuknya masih sektoral.
“Dan terlalu boros biaya, di mana semua memiliki akta masing-masing, nilai yang dikeluarkan, dana akan banyak tapi hasil tetap tidak bermakna buat semua rakyat. Rp 5 juta dikali 80.000 sama dengan Rp 400 miliar, itu baru dana yang akan dikeluarkan untuk notaris saja. Berbeda dengan Fospem NKRI, akta notaris cukup satu di pusat selebihnya cuma pakai SK di setiap unit perwakilan,” kata Agus, dikutip dari RMOL, Sabtu (3/5/2025).
Lanjutnya, koperasi intinya harus mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Modal itu bersumber dari hasil kekayaan alam, baik di bumi, air (laut) maupun yang terkandung di dalamnya yakni pertambangan, minyak, emas, timah, batubara, dan sebagainya.
“Semua rakyat bisa menikmati hasilnya sebagai kemakmuran tentu harus menjadi pemodal atau investornya, bukan perorangan, bukan kelompok tertentu atau oligarki dan bukan asing, di mana rakyat menjadi pemodal dengan cara bergotong-royong, kekeluargaan, dalam bentuk koperasi,” ungkapnya.
“Sehingga di sini harus tercipta satu wadah koperasi yang mewadahi seluruh rakyat sebagai anggotanya. Kalau dibentuk sektoral dengan memiliki Anggaran Dasar masing-masing dan Anggaran Rumah Tangga sendiri-sendiri dalam bentuk sektoral tentu akan sulit menyatukan karena memiliki aturan masing-masing, akhirnya tidak akan tercapai kekuatan modal,” tambah Agus.
Agus dan Fospem NKRI yang turut memperjuangkan kembalinya UUD 1945 asli itu menilai pembentukan Kopdes Merah Putih banyak salah kaprah. Sehingga, ia mengendus pembentukan ini nantinya hanya akan menguntungkan segelintir elite.
Agus menambahkan, sedangkan dengan pola Fospem NKRI yang terpusat, kemudian di daerah bersifat kepanjangan tangan, maka nuansa gotong-royongnya lebih kental tanpa meninggalkan karakteristik masing-masing daerah.
“Semua akan memiliki aturan yang sama, namun usaha kemandirian yang digerakkan di masing-masing unit itu sesuai karakteristik, adat, dan sosial budayanya. Ada yang cocok pertanian, perikanan, industri dan sebagainya. Namun bila itu menjadi satu kesatuan dari setiap kegiatan akan menjadi hasil kesejahteraan dan kemakmuran bersama seluruh rakyat, karena semua modal berasal dari semua rakyat sebagai anggota satu wadah koperasi,” pungkasnya. [wip]