(IslamToday ID) – Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa) menanggapi pernyataan tegas Presiden Prabowo Subianto yang menolak disebut sebagai “boneka” Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat Sidang Kabinet Paripurna, Senin (5/5/2025).
Menurut Hensa, pernyataan Prabowo ini bukanlah hal yang mengejutkan. Ia menilai ini adalah upaya sang presiden, untuk menegaskan posisinya sebagai pemimpin negara.
Prabowo Tegaskan Posisi sebagai Presiden
“Pak Prabowo memahami betul posisinya sebagai presiden. Dia tahu cara berterima kasih kepada Pak Jokowi, tapi untuk urusan negara, dari awal saya yakin dia independen,” ujar Hensa dalam keterangan tertulis yang diterima IslamToday ID, Selasa (6/5/2025).
Ia menekankan, bahwa pernyataan Prabowo merupakan pesan politik yang disampaikan dengan gaya komunikasi tegas untuk mempertahankan legitimasi kepemimpinannya.
“Pak Prabowo paham narasi ‘boneka’ bisa melemahkan posisinya. Jadi, dia langsung mematahkan narasi itu,” ungkapnya.
Hubungan Akrab Bukan Tanda Ketergantungan
Hensa menyebut, hubungan akrab antara Prabowo dan Jokowi adalah sesuatu yang baru dalam sejarah politik Indonesia.
Namun, ia menyatakan, bahwa komunikasi yang baik antara keduanya tidak bisa langsung diartikan bahwa Jokowi memiliki pengaruh besar dalam kepemimpinan Prabowo.
“Saya sering bilang, ini pertama kalinya dalam sejarah ada mantan presiden dan presiden yang saling berkomunikasi akrab. Tapi, bukan berarti Prabowo boneka Jokowi. Mereka hanya berkomunikasi hangat, dan Prabowo tahu caranya berterima kasih,” tambah Hensa.
Tantangan Prabowo Buktikan Independensinya
Hensa juga menyoroti persepsi publik, ihwal narasi “boneka” ini. Menurutnya, pernyataan Prabowo seharusnya cukup untuk meredam spekulasi hubungan Prabowo dan Jokowi.
“Mungkin publik menilai dari tindakan atau kedekatan mereka, tapi mestinya sekarang sudah clear bahwa Prabowo adalah sosok yang memegang kendali penuh sebagai presiden,” kata dia.
Lebih lanjut, Hensa mengatakan, bahwa langkah ini menunjukkan Prabowo ingin membangun citra kepemimpinan yang independen di mata publik.
“Dia seolah mau bilang, ‘saya bukan sekadar pelanjut, saya punya visi sendiri.’ Ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” jelas Hensa.
Meski begitu, Hensa menuturkan, bahwa meminta saran kepada presiden terdahulu adalah hal yang wajar.
“Pak Prabowo menegaskan bahwa dia hanya minta saran, tidak hanya ke Jokowi, tapi juga ke SBY dan Megawati. Ini menunjukkan kearifannya sebagai pemimpin,” imbuhnya.
Tetapi, ia mengingatkan, bahwa tantangan ke depan bagi Prabowo adalah membuktikan independensinya melalui kebijakan konkret.
Hensa menilai, jika omongan tegas saja tidak cukup. Sebab, publik akan menilai apakah kebijakan-kebijakannya benar-benar mencerminkan sikap mandiri atau masih ada aroma ‘warisan’ Jokowi.
“Pak Prabowo punya modal kuat: pengalaman, tim solid, dan dukungan rakyat. Kalau dia konsisten, narasi ‘boneka’ ini bakal hilang sendiri,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna membantah di depan jajarannya bahwa dirinya adalah presiden boneka dan dikendalikan oleh Joko Widodo.
“Saya dibilang, apa itu, presiden boneka. Saya dikendalikan oleh Pak Jokowi, seolah Pak Jokowi tiap malam telepon saya, saya katakan itu tidak benar,” tegas Prabowo.
Prabowo mengakui, bahwa dirinya memang sering berkonsultasi dengan Jokowi terkait saran dan pendapat, mengingat pengalaman Jokowi 10 tahun memimpin Indonesia.
Namun, tak hanya Jokowi, ia juga meminta saran kepada Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.
“Kalau bisa menghadap Gus Dur, kalau bisa. Menghadap Pak Harto, menghadap Bung Karno kalau bisa,” tutup presiden.[nnh]