(IslamToday ID) – Peneliti Strategi Kebijakan CERAH Wicaksono Gitawan, mengingatkan bahwa Indonesia tetap terikat dengan komitmen transisi energi sesuai Undang-Undang No 16 Tahun 2016, yang merupakan bukti Indonesia meratifikasi Perjanjian Paris.
Karenanya, meski Amerika Serikat mundur dari Perjanjian Paris dan kesepakatan Just Energi Transition Partnership (JETP).
Ia menilai, Indonesia tetap berkewajiban merealisasikan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.
Dukungan Multilateral dalam Transisi Energi
“Apalagi, Amerika Serikat bukanlah satu-satunya mitra yang mendukung aksi transisi energi Indonesia. Melalui Belt and Road Initiative (BRI), China mulai mengalihkan investasinya di Indonesia ke proyek energi hijau,” tutur Wicaksono dalam diskusi CERAH Insight Talk bertajuk “Agenda Iklim dan Transisi Energi di Tengah Memanasnya Situasi Geopolitik Internasional”, di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Selanjutnya, kata dia, Jepang melalui inisiatif Asia Zero Emission Community (AZEC) berkomitmen mendukung dekarbonisasi Kawasan Asia.
Investasi Energi Fosil Masih Dominan
Meski demikian, Indonesia tetap harus waspada, mengingat tidak semua rencana investasi China dan Jepang sejalan dengan komitmen netral karbon.
“China misalnya, meski mulai beralih, investasinya masih dominan di energi fosil, seperti PLTU captive untuk smelter nikel. Kemudian Jepang masih mendorong gas alam (LNG) dan biomassa, yang berisiko memperpanjang ketergantungan Indonesia pada energi fosil,” ungkapnya.
Teknologi Transisi Berpotensi Tingkatkan Emisi
Hal ini mengingat, sejumlah dokumen perencanaan Indonesia masih memasukkan teknologi transisi, yang dinilai justru akan meningkatkan emisi dan memperpanjang pemanfaat energi fosil.
Dokumen Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024 misalnya, masih memasukkan rencana retrofit PLTU dengan teknologi penangkapan karbon (carbon capture storage/CCS) dan pembakaran bersama (co-firing) biomassa.
“Teknologi yang sama, juga masih dimasukkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) 10/2025, tentang Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan,” kata dia.
Wicaksono menekankan, teknologi-teknologi yang menjadi solusi semua transisi energi, seharusnya tidak lagi masuk dalam perencanaan nasional.
Pemerintah, kata dia, seharusnya fokus meningkatkan kapasitas energi terbarukan secara cepat dan signifikan.
Dengan pasar dan sumber daya yang melimpah, Indonesia memiliki daya tawar untuk menegosiasikan sektor yang menjadi tujuan investasi negara-negara mitra.
“Indonesia perlu mempercepat transisi ke energi terbarukan untuk menghindari jebakan geopolitik energi. Dengan memperkuat momentum JETP dan memperluas investasi hijau, Indonesia dapat memperkuat kedaulatan energi dan mencapai target ekonomi 8 persen.Diikuti dengan reskilling (proses melatih) pekerja di sektor energi fosil, Indonesia dapat merealisasikan transisi energi berkeadilan,” tutup Wicaksono.[nnh]