(IslamToday ID) – Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengusulkan agar pemilu dan pilkada 2029 bisa diberi jeda dua tahun. Usulan itu terkait dengan RUU Pemilu yang sudah diputus Panitia Kerja (Panja) Prolegnas RUU sebagai prioritas tahun 2025.
Rahmat mengatakan pemilu serentak 2024 lalu hanya berjarak hitungan bulan, sehingga memberi waktu yang sempit bagi pihak penyelenggara.
“Di tahun yang sama, dengan berbeda bulan pemilu, dan pilkada dilaksanakan, itu agak sempit sebenarnya,” katanya, Jumat (9/5/2025).
Rahmat mengatakan pihaknya mengusulkan agar Pemilu 2029 berskala nasional lebih dulu dilaksanakan. Kemudian, katanya, dua tahun ke depan baru dilaksanakan pemilu tingkat lokal.
“Kemudian berbasis tingkat, di 2029 untuk pemilu nasional, pemilu lokal 2030 atau 2031. Ini napas penyelenggara pemilu juga bisa dijaga,” ujar Rahmat, dikutip dari Detik.
Ia menilai dengan adanya jeda waktu pelaksanaan ini, akan memberikan efek terhadap partisipasi masyarakat. Ia memandang jarak ini juga bisa dimanfaatkan oleh partai pengusung maupun pengusul untuk melakukan sinergi dalam memutuskan kepala daerah yang didukung.
Kemudian ada juga usulan lain yang disampaikan pihaknya. Yaitu dengan pelaksanaan pemilu legislatif serta Pilpres dilakukan serentak pada 2029 dan dilanjutkan pemilu kepala daerah satu atau dua tahun berikutnya.
“Kemudian misalnya, 2029, DPR, DPD, untuk DPR, DPD, presiden-presiden, DPD Provinsi, dan DPD Kabupaten/Kota. Dan 2030 atau 2031, untuk Pilkada Gubernur dan Bupati. Jadi ada masa jeda,” tutur Rahmat.
Ia mengatakan dengan usulan-usulan ini, diharapkan dapat menjadi dasar guna menyehatkan penyelenggaraan pemilu. Ia juga meyakini usulan ini dapat memberi ruang yang cukup bagi partai dalam mempersiapkan calon terbaik untuk diusung.
“Kemudian pertimbangan fundamental dalam bentukan pilihan model kesehatan pemilu adalah perlindungan hak pilih, dan menghindari kebingungan pemilih. Untuk meningkatkan angka partisipasi, menekan jumlah surat-surat tidak sah, dan juga surat-surat karena terlalu banyak surat suara,” terang Rahmat.
“Kemudian, jaminan perlindungan hak pilih, jadi kandidat ataupun parpol itu dijamin hak untuk dipilihnya. Mungkin parpol melakukan persiapan kontestasi yang cukup, jika pilkada dan pemilu, itu jedanya dua tahun. Mempersiapkan kaderisasi untuk melakukan pencalonan pemilu,” sambungnya.
Selain itu, menurutnya, beban kerja penyelenggara bisa lebih seimbang jika ada dua tahun pemisahan serta dapat menjaga fokus pengawasan dan menghindari pelanggaran dalam pengadaan dan distribusi logistik.
“Diakui, waktu yang dibutuhkan oleh Pak Afif (Mochammad Afifudin/Ketua KPU) dan kawan-kawan KPU, itu untuk pengadaan distribusi logistik sangat terbatas pada pemilu tahun 2024 ini, dalam titik keadaan 2024. Jadi waktu teman-teman untuk itu seharusnya diperluas, sehingga kemudian tidak ada yang terjadi adanya distribusi logistik tertukar, terlambat, ataupun kurang,” jelas Rahmat.
“Dan menghindari kesalahan administratif dalam pemutusan penghitungan dan rekapitulasi suara. Jadi saya kira ke depan demikian, dan itu untuk mengubah sistem hukum kita ke depan dalam penegakan hukum undang-undang pemilu,” tambahnya. [wip]