(IslamToday ID) – Analis politik Rocky Gerung membahas alam dari sulut pandang ilmiahnya sebagai filsuf saat menjadi narasumber kajian Subuh di Polda Riau.
Dalam pemaparannya, Rocky menyetarakan bumi dengan perempuan. Dengan cara begitu, menurutnya, kita akan memahami perlunya etika kepedulian (ethics of care) dalam menjaga alam semesta dengan belajar dari kepedulian seorang perempuan.
Kajian dihadiri Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan dan Gubernur Abdul Wahid itu juga menghadirkan dai kondang Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai narasumber yang mengkaji soal alam dari perspektif agama.
Rocky menjelaskan bagaimana bumi memberikan manfaat dan keadilan bagi manusia. Begitu juga dengan perempuan yang memberikan kehidupan kepada bayi manusia sejak dalam kandungan.
“Ketika kita berada di dalam kandungan, ibu kita mensuplai gizi. Jadi, kita memperoleh makan siang gratis dari rahim ibu kita, dan sangat bergizi. Semua kita lahir dari rahim yang bergizi. Hanya ibu yang mengerti kecemasan bayinya, walaupun di sampingnya ada ayahnya yang lagi merokok,” kata Rocky disambut gelak tawa hadirin, dikutip dari Detik, Sabtu (10/5/2025).
Ia kemudian mengajak audiens untuk memahami logika alam semesta dari perspektif perempuan yang memiliki rahim yang di dalamnya terkandung keadilan.
“Bayangkan kalau perempuan tidak mau berbagi nutrisi dengan bayinya, pasti bayinya lahir stunting. Tapi kalau negara gagal memberi gizi kepada perempuan, negara bertanggungjawab pada nasib generasi muda,” imbuhnya.
Lebih dari itu, menurut Rocky, hak-hak bumi setara dengan hak-hak perempuan. Menurut pandangannya, membuat kerusakan di bumi sama saja dengan memperkosa perempuan.
“Kita coba bayangkan bahwa kemuliaan perempuan menuntut keadilan, sementara kebijakan publik sangat jarang memperhatikan hak-hak perempuan. Hak-hak bumi itu setara dengan hak-hak perempuan, merusak bumi sama dengan memperkosa perempuan, karena dia adalah ibu kita, ibu bumi,” lanjutnya.
Rocky menjelaskan bagaimana alam menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia. Akan tetapi, keserakahan manusia yang menganggap bumi disediakan untuk dieksploitasi menghasilkan kerusakan bagi alam.
“Bumi menyediakan kecukupan bagi kita yang kita butuhkan, basic needs. Tapi politik membuat needs itu menjadi wants, tambah, mau lagi. Itu yang merusak lingkungan. Ketika needs itu dipenuhi, wants-nya berubah menjadi keinginan akumulasi, itu yang terjadi. Kerusakan bumi dimulai ketika ego antropologis kita menganggap bumi itu disediakan untuk kita untuk dieksploitasi. Kerakusan itu yang hendak kita halangi,” paparnya.
“Bumi ditata dengan prinsip keadilan. Semua yang kita lakukan dibaca oleh ilmu fisika, ilmu antropologi, dan ilmu ekologi. Tapi ada yang tidak bisa kita baca, ilmu teologi. Inna rabbaka labil mirshad, Allah SWT memahami kita melampaui kemampuan kita membaca alam,” pungkasnya. [wip]