(IslamToday ID) – Setara Institute mengkritik pengerahan prajurit TNI berjaga di semua kantor Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
Pengerahan prajurit itu diketahui sebagai bagian dari kerja sama resmi antara TNI dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan kerja sama itu makin menguatkan militerisme di institusi sipil.
Adapun pengerahan ini ditandai dengan keluarnya Surat Telegram (ST) bernomor TR/422/2025 dari Panglima TNI, yang memerintahkan penyiapan dan pengerahan personel beserta alat kelengkapan untuk pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh wilayah Indonesia.
ST Panglima TNI itu langsung ditindaklanjuti dengan keluarnya ST kilat bernomor ST/1192/2025 yang dikeluarkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
“Keluarnya ST tentang dukungan pengamanan kepada seluruh institusi kejaksaan di wilayah Indonesia semakin menegaskan bahwa militerisme mengalami penguatan dalam kelembagaan penegakan hukum, yang di antaranya didorong oleh kehendak politik kejaksaan sendiri,” kata Hendardi dikutip dari siaran persnya, Senin (12/5/2025).
Menurutnya, kejaksaan seharusnya memahami bahwa mereka merupakan bagian dari sistem hukum pidana (criminal justice system), yang mestinya sepenuhnya institusi sipil.
Sementara itu, menarik-narik militer ke dalam elemen sistem hukum pidana jelas-jelas bertentangan dengan supremasi sipil dan supremasi hukum. Pada saat yang sama, hal itu sangat potensial melemahkan supremasi hukum.
“Padahal, menurut hukum positif Indonesia, TNI hanya memiliki yurisdiksi penegakan hukum di lingkungan TNI saja. Itu pun dengan tata perundang-undangan peradilan militer yang mesti diperbarui,” bebernya.
Lebih lanjut, Hendardi menjelaskan, ST Panglima dan KSAD tersebut bertentangan dengan konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Utamanya, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI.
“Panglima TNI dan KSAD hendaknya segera menarik dan membatalkan ST tersebut,” pintanya.
Di satu sisi, lanjut Hendardi, tidak ada kondisi objektif yang mengindikasikan bahwa pengamanan institusi sipil penegak hukum, Kejaksaan RI, memerlukan dukungan pengerahan personel dari Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur TNI.
Di sisi lain, permintaan dan pemberian dukungan pengamanan dari TNI justru merupakan bentuk dari kegenitan kejaksaan sebagai institusi sipil dalam penegakan hukum. Ia berpendapat, pengamanan kejaksaan oleh TNI malah memunculkan pertanyaan tentang motif politik yang sedang dimainkan oleh kejaksaan melalui pelembagaan kolaborasi dengan TNI yang semakin terbuka.
“Panglima TNI dan jajarannya mestinya kita dorong untuk memberikan perhatian khusus pada revisi No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang sudah tidak sesuai dengan spirit rakyat (volksgeist), supremasi sipil, dan supremasi hukum dalam tata kelola pemerintahan demokratis,” pungkasnya. [wip]