(IslamToday ID) — Sebagai negara kepulauan, yang memiliki jalur laut cukup luas, ditambah dengan keberadaan jaringan rel kereta api yang cukup banyak, seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan keunggulan tersebut untuk kepentingan pendistribusian logistik.
Alih-alih dimanfaatkan, Indonesia justru masih mengandalkan truk sebagai moda pendistribusian logistik, bahkan antar pulau sekalipun.
Menurut Akademisi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Djoko Setijowarno, hal itu terjadi, akibat adanya ketimpangan kebijakan antara penggunaan truk dengan kereta api dan perahu, sebagai angkutan barang.
Djoko menilai, selain ketimpangan kebijakan, minimnya insentif juga menjadi penyebab utama mengapa moda kereta api dan laut tak berkembang optimal.
“Moda laut dan kereta api justru dikenai pajak-pajak yang tidak berlaku pada moda jalan raya. Ini jelas menimbulkan ketimpangan insentif antarmoda,” kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima ITD News, Selasa (13/5/2025).
Angkutan Barang Tak Andalkan Jalan Raya
Djoko berpendapat, angkutan barang seharusnya tidak hanya difokuskan atau bertumpu melintas di jalan raya.
Karena, dari data yang dikutipnya, Indonesia memiliki cukup jalur perairan antar pulau dan aliran sungai, yang masih bisa dimanfaatkan untuk distribusi logistik.
Selain jalur air, Indonesia juga memiliki jaringan rel yang cukup panjang, terutama di Pulau Jawa yang mencapai 4.573 kilometer.
Dari jumlah tersebut, 1.229 km (26,9 persen) merupakan rel tunggal atau single track, 3.285 km (71,8 persen) rel ganda atau double track, dan 59 km (1,3 persen) rel ganda-ganda alias double double track.
Namun, ia mengungkapkan, moda kereta api masih dikenai sejumlah beban biaya, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, penggunaan BBM nonsubsidi, serta kewajiban membayar track access charge (TAC).
Sebaliknya, moda pendistribusian via jalan raya, justru diperbolehkan memakai BBM bersubsidi, bebas PPN, serta tidak dikenakan biaya jika menggunakan jalan arteri, dan hanya membayar jika melintas di jalan tol.
“Ketimpangan ini membuat moda jalan lebih dominan, padahal tidak selalu efisien,” tambah Djoko.
Mengutip kajian Rodrigue dan Comtois (2006), ia menyatakan, bahwa moda jalan memang lebih murah untuk angkutan jarak pendek (kurang dari 500 km).
Namun, untuk jarak menengah (500–1.500 km), kereta api lebih kompetitif, sedangkan untuk jarak lebih dari 1.500 km, transportasi laut adalah yang paling ekonomis.
Djoko berharap pemerintah dapat segera menyusun kebijakan yang adil dan mendukung pengembangan moda transportasi alternatif, agar distribusi logistik lebih efisien dan berkelanjutan di masa depan. [els]