(IslamToday ID) – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan, bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian besar terhadap ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan desa.
Di sisi lain, Zulhas menyoroti mandeknya pembangunan pertanian pasca era Presiden Soeharto.
Ia menyebut, selama 29 tahun setelah Orde Baru, Indonesia tidak membangun pabrik pupuk baru, maupun infrastruktur pertanian tambahan yang signifikan.
“Yang ada, semuanya dibangun Pak Harto. Irigasi, gudang Bulog, pabrik pupuk. Tidak ada yang baru,” ujar Zulhas dalam Muktamar Persatuan Ummat Islam (PUI) ke-15 di Convention Hall Smesco, Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Birokrasi Rumit Jadi Hambatan Swasembada Pangan
Menko pangan juga menyinggung, kerumitan birokrasi yang menjadi hambatan swasembada pangan.
Menurutnya, penyaluran pupuk membutuhkan hingga 500 tanda tangan, menyebabkan pupuk tiba ketika panen sudah selesai.
“Begitu saya jadi Menko (pangan) enam bulan, saya tahu betapa rumitnya. Tapi sekarang semua dipangkas, karena dukungan kuat Presiden,” kata dia.
Ia menyebut, pemerintah menargetkan swasembada pangan dalam dua tahun ke depan, terutama beras dan jagung.
Stok beras nasional saat ini, lanjut Zulhas, mencapai 3,6 juta ton dan cukup hingga akhir 2026.
Kopdes untuk Bangun Ekonomi Desa
Selain itu, pemerintah juga tengah menggulirkan program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih sebagai strategi membangun ekonomi perdesaan.
Melalui program ini, dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 300 triliun dan dana perbankan dari Himbara sebesar Rp 250 triliun, akan didorong masuk ke desa.
“Totalnya sekitar Rp 550 triliun. Belum termasuk anggaran lainnya. Semua untuk menggerakkan desa, memotong rantai pasok panjang, dan memberdayakan ekonomi rakyat,” terangnya.
Desa akan Berperan Jadi Agen Distribusi Bapok
Zulhas pun menekankan, bahwa desa nantinya akan diberi peran sebagai agen distribusi pupuk, sembako, dan kebutuhan pokok lainnya.
Ia juga mengajak masyarakat, agar berhenti bergantung pada bantuan dan sedekah, serta mulai membangun kemandirian dan daya juang ekonomi.
“Kalau filosofinya rakyat ini dididik hanya menerima nasib. Disumbang, dibantu, dikasih sedekah, tidak kreatif dan mandiri. Tidak mungkin Indonesia bisa jadi negara maju,” pungkasnya.[nnh]