(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan, menanggapi serius, mencuatnya nama Budi Arie Setiadi dalam surat dakwaan kasus suap situs judi online (judol).
Dalam sidang yang digelar Jumat (16/5/2025), Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika yang kini menjabat Menteri Koperasi, disebut mendapatkan jatah 50 persen dari situs judi agar tidak diblokir oleh Kementerian Kominfo.
“Saya kira informasi ini perlu ditindaklanjuti oleh pihak penegak hukum. Informasi ini perlu didalami,” ujar Iwan kepada IslamToday ID via pesan singkat, Ahad (17/5/2025).
Presiden Harus Pecat Budi Arie Jika Terlibat Kasus Suap
Menurutnya, jika keterlibatan Budi Arie terbukti secara hukum, Presiden Prabowo Subianto tak punya alasan untuk mempertahankan yang bersangkutan di kabinet.
“Kalau memang terbukti secara hukum, saya kira tidak ada alasan lagi Presiden Prabowo untuk mempertahankan menteri seperti ini. Karena integritas bagi seorang menteri sangat fundamental,” ungkapnya.
Ia juga menyinggung, potensi reshuffle kabinet yang dinilai bisa menjadi momen evaluasi, termasuk terhadap posisi Budi Arie.
“Kalau ada momentum reshuffle, saya kira nama Budi Arie layak masuk list ya. Karena ini akan menjadi polemik lagi dan mengganggu konsentrasi kerja kabinet ke depannya,” pungkas Iwan.
Sidang Dakwaan Kasus Suap Jaga Situs Judol
Diketahui, sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Jumat (16/5/2025) dengan menghadirkan empat terdakwa: Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
Jaksa penuntut umum mengungkap, bahwa sekitar Oktober 2023, Budi Arie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kominfo, meminta Zulkarnaen Apriliantony untuk mencarikan seseorang yang bisa mengumpulkan data situs judi daring. Zulkarnaen lalu memperkenalkan Adhi Kismanto kepada Budi Arie.
Dalam proses selanjutnya, Adhi disebut mempresentasikan alat pendeteksi (crawling) yang dapat memetakan situs-situs judi online.
Budi Arie sempat menawarkan posisi tenaga ahli kepada Adhi di Kemenkominfo, namun Adhi gagal dalam seleksi karena tak memiliki gelar sarjana.
Meski begitu, menurut jaksa, Adhi tetap diterima bekerja karena “atensi” dari Budi Arie.
Tugas utamanya adalah mencari link situs judi, untuk kemudian dilaporkan ke Kepala Tim Take Down, Riko Rasota Rahmada, guna dilakukan pemblokiran.
Namun, alih-alih menjalankan tugas sesuai aturan, Adhi bersama sejumlah pihak justru diduga terlibat dalam praktik suap terkait “penjagaan” situs-situs judi online agar tak diblokir.
Suap Jaga Situs Judol: Berjalan Januari–Maret 2024
Jaksa menyebut bahwa sejak Januari hingga Maret 2024, Alwin, Denden, Muhrijan, Muchlis, Adhi, dan Zulkarnaen menjalin kerja sama.
Yakni, diawali dengan pembayaran koordinasi Rp 280 juta dari Alwin kepada Denden.
Setelahnya, Muhrijan meminta uang lebih besar, yakni Rp 1,5 miliar, kepada Denden.
Mereka menyepakati kerja sama dengan pembagian komisi, Adhi mendapat 20 persen dan Apriliantony Rp 3 juta per situs yang “dijaga”.
Dalam pertemuan selanjutnya yang berlangsung di sebuah kafe di kawasan Jakarta.
Muhrijan dan Apriliantony disebut membahas skema pembagian hasil dari situs-situs judi online yang tidak diblokir.
Tarif yang disepakati sebesar Rp 8 juta per situs. Adapun pembagian hasilnya disebutkan: 50 persen untuk Budi Arie Setiadi, 30 persen untuk Apriliantony, dan 20 persen untuk Adhi Kismanto.[nnh]