(IslamToday ID) – Pengamat politik dan militer RAJ, Mayyasari Timoer Gondokusumo menilai kebijakan terkait penjagaan kejaksaan oleh TNI bukanlah intervensi, tetapi merupakan sinergi.
Mayyasari mengaku paham atas keresahan masyarakat soal kebijakan pengerahan personel TNI untuk pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh wilayah Indonesia itu yang dihubungkan dengan isu dwifungsi dan intervensi TNI terhadap kejaksaan.
“TNI bukan lembaga superbody, tidak ada dwifungsi, tidak ada intervensi, kerja sama antara TNI dan kejaksaan adalah sinergi antar-lembaga untuk menjaga keamanan nasional yang memiliki dasar hukum,” kata Mayyasari, Ahad (18/5/2025).
Dasar hukum yang dimaksud Mayyasari, seperti UU Kejaksaan No 11 Tahun 2021, UU TNI No 3 Tahun 2025 pasal 7 ayat (1) dan (2), kemudian Perpres No 15 Tahun 2021, maupun MoU resmi yang sudah terjalin sejak 2018 dan kemudian diperbarui pada 6 april 2023 dengan No NK/6/IV/2023/TNI perihal dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan.
“(Kerja sama) Ini tidak luput dari fungsi kejaksaan sebagai alat negara penegakan hukum, termasuk tindak pidana korupsi yang mendapat kepercayaan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Mayyasari menilai pengerahan personel TNI dalam hal pengamanan kejaksaan adalah bagian dari operasi militer selain perang (OMSP) dalam pengamanan objek vital strategis negara, khususnya sebagai upaya percepatan pemberantasan korupsi sesuai dengan astacita presiden poin ke-7.
“TNI bukan sekadar menjaga gedung kejaksaan, akan tetapi memberi pengamanan pada kejaksaan dalam hal ini spesifikasi dalam pemberantasan korupsi, dalam menangani/menyelesaikan kasus-kasus besar yang terhenti karena dugaan intervensi dan tarik menarik kepentingan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Mayyasari menilai Presiden Prabowo Subianto selaku pemimpin yang visioner sangat menghormati korps TNI, serta ahli di bidang operasi intelijen dan militer, telah bergerak cepat dalam pemberantasan korupsi dan menyelamatkan aset negara yang dikuasai mafia/oligarki hitam yang sangat merugikan negara.
Kerja sama kejaksaan dan TNI juga, kata Mayyasari, seharusnya jadi bahan introspeksi yang serius, karena idealnya sebagai sebuah bangsa dan negara, seluruh institusi/lembaga baik sipil dan militer, ataupun lembaga independen anti-rasuah, harus menjaga sinergitas antar-lembaga untuk mencapai keamanan nasional dan nation building.
“Mengapa kejaksaan dan TNI, bukannya lembaga penegakan hukum lainnya misalnya, ini harus jadi introspeksi khususnya lembaga penegakan hukum lainnya untuk segera berbenah diri, baik dari kualitas penegak hukumnya sampai penegakan hukumnya, yang pada era sebelumnya dirasa kurang maksimal,” jelasnya.
Mayyasari menambahkan, untuk mencegah inkonsistensi regulasi dalam konsep keamanan nasional, Indonesia membutuhkan pimpinan sipil yang memiliki kemampuan dan memahami militer, dan menurutnya Prabowo memiliki itu.
Menurutnya, Prabowo memiliki kemampuan dan pemahaman militer yang sangat expert untuk merumuskan kebijakan strategis keamanan nasional, termasuk dalam pemberantasan korupsi, yang merupakan ancaman nonmiliter yang mengganggu stabilitas dan kesejahteraan negara.
“Jadi sangat tepat Indonesia memiliki Prabowo. Sementara untuk masyarakat, diharapkan membangun kepercayaan terhadap pemerintah baru dan tidak tergiring dalam logical fallacy atas isu dwifungsi/intervensi yang berpotensi memecah belah bangsa,” pungkasnya. [ant/wip]