(IslamToday ID) – Eks Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra menilai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sepertinya hanya ingin mengumpulkan uang masyarakat saja. Menurutnya, tidak terlihat ada niatan Tapera dibuat untuk membantu masyarakat dan buruh memiliki rumah.
Hal itu disampaikan Surya saat menjadi ahli dalam gugatan UU Tapera di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (21/5/2025).
“Tapera kelihatannya memang ingin mengumpulkan uang, bukan ingin membantu buruh, pekerja, masyarakat memiliki perumahan,” kata Surya, dikutip dari Kompas.
Ia juga mengungkapkan bahwa sistem Tapera yang mewajibkan kepesertaan bertentangan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kecuali, Tapera nantinya dikembangkan dengan badan non-profit seperti sistem jaminan sosial lainnya.
“Barangkali BP Tapera non-profit, karena tidak masuk ke SJSN supaya bisa nyambung dengan BPJS dan sebagainya,” tuturnya.
Dosen Universitas Katolik Atma Jaya ini menambahkan jika memang ingin menjawab masalah hunian dalam UU Tapera, pemerintah seharusnya tidak membuat model tabungan perumahan. Ia memberikan contoh seperti Singapura yang berhasil mengatasi masalah hunian warganya dengan program Housing Development Board.
“Singapura dulu seperti Jakarta, masih banyak permukiman kumuh, tetapi dengan pengembangan program public housing tadi, sekarang sudah zero kumuh,” imbuhnya.
“Kemudian dengan demikian, affordable housing bukan lagi masalah di Singapura, karena perumahan rakyat memainkan peran penting dalam mewujudkan masyarakat modern dan sejahtera,” lanjut Surya.
Selain itu, program public housing dari Singapura tidak hanya mampu menyediakan hunian, tetapi juga bisa membangun karakter kebangsaan lewat kebijakan tersebut.
“Public housing di Singapura ternyata menjadi instrumen pembangun karakter kebangsaan. Program perumahan rakyat bukan hanya membangun fisik hunian, tetapi juga membangun karakter sosial masyarakatnya,” tuturnya.
Adapun perkara ini dimohonkan oleh 11 serikat pekerja yang merasa keberatan atas kewajiban iuran UU Tapera dengan potongan gaji 2,5 persen. Mereka meminta agar MK menghapus kata “wajib” dalam Pasal 7 Ayat (1) UU Tapera agar diubah menjadi “dapat” yang sifatnya kepada pilihan.
MK juga diminta menyatakan Pasal 9 Ayat (1) UU Tapera bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai “pekerja” sebagaimana dimaksud Pasal 7 Ayat (1) “yang secara sukarela memilih menjadi peserta” wajib didaftarkan oleh pemberi kerja. [wip]