(IslamToday ID) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, mengingatkan pentingnya keberadaan masyarakat adat sebagai tiang penyangga implementasi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, di tengah-tengah masyarakat.
Ia menilai, pentingnya peran tokoh adat untuk menjaga ketertiban mewujudkan masyarakat yang bermartabat, aman, damai dan berkeadilan.
“Keberadaan masyarakat adat sangat penting dan strategis dalam konteks Hak Asasi Manusia. Karena HAM itu selain sifatnya universal juga partikular, yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal,” tutur Pigai dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/5/2025).
Nilai-nilai Kearifan Lokal Dapat Ciptakan Peradaban HAM
Pigai menambahkan, sejauh nilai-nilai tersebut dihidupi dan dihayati dengan baik.
Maka, sebagian tugas menciptakan peradaban bangsa berdasarkan HAM itu, sudah dengan sendirinya dilakukan.
Menurutnya, masyarakat adat memiliki peran kunci untuk memastikan kehidupan masyarakat berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal.
Antara lain, nilai Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan Sosial sesuai nilai-nilai Pancasila.
5 Falsafah Hidup Masyarakat Adat Manggarai
Bahkan, kata dia, jika digali dari filosofi masyarakat Manggarai yang memiliki 5 falsafah hidup yaitu Alam (Wae Bate Teku).
Yaitu, sebagai Representasi sumber kehidupan, khususnya mata air yang menjadi pusat kehidupan sehari-hari.
Kemudian, Rumah (Mbaru Bate Kaeng): tempat tinggal dan pusat kehidupan keluarga.
Setelah itu, Halaman (Natas Bate Labar): Ruang terbuka di depan rumah yang digunakan untuk berbagai aktivitas sosial dan ritual.
Selanjutnya, Mezbah Persembahan (Compang Bate Takung): Tempat untuk menempatkan sesajian dan beribadah kepada leluhur atau Tuhan dan Kebun (Uma Bate Duat): Tempat untuk bercocok tanam dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Contoh Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu sejalan dengan Falsafah Hidup Masyarakat Adat Manggarai yaitu Compang Bate Dari/Takung (tempat pelaksanaan ritus hubungan dengan Tuhan),” terangnya.
Pigai mengungkapkan, 5 Falsafah itu menggambarkan bagaimana masyarakat Manggarai berinteraksi dengan alam dan menciptakan sistem sosial yang terstruktur.
Namun, lanjut Pigai, 5 falsafah hidup Masyarakat adat Manggarai itu, sayangnya perlahan punah.
“5 falsafah itu banyak yang tidak menghidupkan, saya bayangkan kalau 5 pilar itu dihidupkan nanti ada pusat spiritualitas disitu, ada pusat kelestarian alamnya di situ, pusat perekonomian, pusat bermusyawarah” ungkap Pigai.
Menteri HAM menyebut, dalam konteks tersebut, masyarakat adat perlu dikuatkan salah satunya dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia.
Tokoh-tokoh Adat Harus diberikan Ruang Lebih Luas
Bukan hanya itu, sambungnya, tokoh-tokoh adat harus diberi ruang yang lebih luas lagi sehingga peran mereka lebih strategis lagi.
“Kalau selama ini mereka terlupakan, saatnya sekarang mereka kita dudukan sebagai pilar penting membangun hidup yang berkeadaban Hak Asasi Manusia,” pungkasnya.
Diketahui, dalam agenda kunjungan kerjanya ke wilayah Manggarai Raya, NTT. Menteri HAM menyempatkan hadir memberi penguatan Hak Asasi Manusia, untuk kelompok masyarakat adat di Kabupaten Manggarai.
Agenda penguatan masyarakat adat dilakukan di kampung Pagal, Kecamatan Cibal, dengan menghadirkan perwakilan tokoh-tokoh adat seluruh wilayah Kabupaten Manggarai.[nnh]