(IslamToday ID) – Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (27/5/2025) yang mengabulkan permohonan pihaknya adalah kemenangan bersejarah.
MK secara tegas menyatakan, bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945, jika tidak dimaknai bahwa wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) tanpa memungut biaya, berlaku juga untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
“Ini adalah amanat konstitusi, yang kini dipertegas oleh lembaga tertinggi hukum (MK),” tutur Ubaid kepada IslamToday ID via pesan tertulis, Rabu (28/5/2025).
Putusan MK: Presiden Harus Jamin Hak Dasar Pendidikan
Namun, JPPI menekankan, putusan ini tidak bisa hanya dialamatkan ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) semata, tapi kepada Presiden selaku Kepala Negara.
Putusan MK ini, kata dia, adalah perintah langsung kepada negara untuk menjamin hak dasar pendidikan anak.
Ubaid menjelaskan, bahwa dalam struktur negara Indonesia, pemegang kunci implementasi perintah konstitusi tersebut adalah Presiden Prabowo Subianto.
“Ini bukan hanya tugas Kemendikdasmen, karena Kemendikdasmen sendiri adalah kementerian dengan pengelolaan anggaran yang relatif kecil dibandingkan total anggaran pendidikan negara,” jelasnya.
5 Alasan Presiden Harus Turun Tangan Langsung
JPPI menyoroti beberapa alasan krusial, mengapa komitmen dan political will (kemauan politik) Presiden sangat dibutuhkan untuk menjalankan perintah MK tersebut:
1. Anggaran Pendidikan Besar, Tapi Salah Urus.
Fakta di persidangan jelas menunjukkan bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD, sesungguhnya lebih dari cukup untuk menggratiskan pendidikan dasar di seluruh Indonesia, baik negeri maupun swasta.
Namun, lanjut Ubaid, selama ini anggaran tersebut terpecah dan dikelola oleh puluhan kementerian dan lembaga yang tidak terkait langsung dengan pendidikan, menyebabkan inefisiensi dan salah sasaran.
“Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran ini,” terang Ubaid.
2. Kewenangan Lintas Kementerian.
Ubaid mengungkapkan, pemerintah harus mengubah skema pembiayaan pendidikan dan mengintegrasikan sekolah swasta ke dalam sistem bebas biaya
Hal ini, tentu memerlukan koordinasi lintas kementerian yang kuat. Salah satunya melibatkan Kementerian Keuangan untuk realokasi anggaran masif.
Selanjutnya, peran Kementerian Dalam Negeri untuk sinkronisasi kebijakan di daerah, hingga kementerian lain yang selama ini juga mengelola dana pendidikan.
“Koordinasi dan keputusan strategis selevel ini hanya bisa dipimpin oleh Presiden,” tambahnya.
3. Payung Hukum dan Regulasi Turunan.
Ia juga menyampaikan, Implementasi putusan MK memerlukan payung hukum turunan yang kuat seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).
Ubaid menyebut, Proses pembentukan regulasi ini berada di bawah kendali Presiden sebagai kepala pemerintahan.
“Tanpa arahan tegas dari Presiden, regulasi ini bisa tertunda atau tidak efektif,” imbuh Kornas JPPI.
4. Political Will sebagai Kunci Utama.
JPPI mencatat, sejarah menunjukkan bahwa perubahan fundamental di sektor publik membutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemimpin tertinggi.
Ia menuturkan, tanpa komitmen politik yang jelas dari Presiden, putusan MK ini berisiko menjadi sekadar teks hukum tanpa dampak nyata di lapangan.
5. Amanat Konstitusi dan Tanggung Jawab Moral.
JPPI menilai, Putusan MK ini adalah penegasan terhadap amanat Konstitusi UUD 1945 tentang hak setiap warga negara atas pendidikan.
Presiden Punya Tanggung Jawab Moral & Konstitusional
Sebagai kepala negara, Presiden memiliki tanggung jawab konstitusional dan moral tertinggi, untuk memastikan hak ini terpenuhi, tanpa hambatan biaya.
“Rakyat Indonesia menantikan kepemimpinan Presiden untuk mewujudkan janji konstitusi ini secara nyata.” kata dia.
JPPI mendesak Prabowo, untuk segera mengambil sikap tegas dan menerbitkan kebijakan yang konkret.
“Ini adalah kesempatan emas bagi beliau (Prabowo), untuk menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan mewujudkan keadilan pendidikan yang telah lama dinantikan,” pungkasnya.[nnh]