(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan mengapresiasi langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang menghentikan sementara aktivitas tambang nikel oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Namun, Iwan menilai, bahwa penghentian sementara saja tidak cukup.
Ia juga mendorong, agar izin tambang milik anak usaha PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) itu dicabut secara permanen, karena diduga melanggar aturan hukum terkait konservasi wilayah pesisir dan pulau kecil.
“Sikap dan langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghentikan sementara terhadap aktivitas pertambangan nikel oleh PT Gag Nikel perlu diapresiasi. Tapi saya mendorong beliau untuk mencabut izin dan menghentikan secara permanen operasi tambang nikel itu,” tutur Iwan dalam keterangannya kepada IslamToday ID, Jumat (6/6/2025).
Aktivitas Tambang Nikel Mulai Berproduksi Tahun 2017
Menurutnya, aktivitas PT Gag Nikel yang mulai berproduksi pada 2017 itu diduga masuk kawasan konservasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasalnya, kata dia, jelas Undang-Undang melarang pertambangan di wilayah Raja Ampat, khususnya tambang nikel.
“Kawasan hutan lindung dan pulau-pulau kecil harus didahulukan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian,” tambahnya.
IPR Minta Kementerian ESDM Lakukan Audit Menyeluruh
Iwan juga meminta agar Kementerian ESDM melakukan audit menyeluruh, terhadap perizinan dan dokumen lingkungan dari proyek tambang tersebut, termasuk potensi pelanggaran dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Saya meminta pihak ESDM melakukan evaluasi menyeluruh dan mengusut tuntas jika ada dugaan pelanggaran aturan yang berlaku, terutama terkait kajian dan pengurusan Amdalnya. Jika ada yang terbukti melanggar, siapapun harus ditindak tegas sesuai aturan hukum,” pungkas Iwan.
Eksploitasi Raja Ampat: Dampak Kerusakan Serius pada Lingkungan
Sebelumnya, penolakan terhadap aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat kembali disuarakan Greenpeace Indonesia.
Yaitu, dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Global untuk Indonesia, Kiki Taufik, memperingatkan bahwa eksploitasi tambang di Raja Ampat akan membawa dampak merusak yang serius terhadap lingkungan.
Ia menyebutkan, kerusakan akibat industri nikel telah lebih dulu terjadi di sejumlah wilayah seperti Halmahera.
Kemudian, pada wilayah Wawonii, dan Kabaena, serta kini mulai mengancam Raja Ampat.
“Saat ini sudah ada lima pulau yang mulai dieksploitasi. Padahal Raja Ampat merupakan kawasan geopark global dan destinasi wisata bawah laut kelas dunia. Sekitar 75 persen terumbu karang terbaik dunia berada di sini, dan kini mulai dirusak,” ujar Kiki.
Penelusuran yang dilakukan Greenpeace pada tahun lalu menemukan adanya aktivitas pertambangan di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Ketiga pulau tersebut termasuk kategori pulau kecil yang seharusnya tidak boleh ditambang.
Yakni, mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Analisis Greenpeace menunjukkan, aktivitas tambang di tiga pulau itu telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.
Dokumentasi lapangan juga memperlihatkan adanya limpasan tanah ke wilayah pesisir yang menimbulkan sedimentasi, membahayakan terumbu karang serta ekosistem laut sekitarnya.[nnh]