(IslamToday ID) – Koalisi masyarakat sipil mengecam keras tindakan Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit, karena ia diduga mengerahkan massa tandingan, untuk membubarkan aksi damai yang dilakukan masyarakat adat Poco Leok pada Kamis (5/6/2025).
Warga melakukan aksi tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap proyek panas bumi (geotermal), yang mereka anggap mengancam ruang hidup, budaya, dan kelestarian lingkungan.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil, menyatakan bahwa Bupati Nabit telah memperalat warga untuk saling membungkam, dan mereka menyampaikan kemarahan serta keprihatinan mendalam atas tindakan tersebut.
“Ini adalah tindakan pengecut dan licik. Alih-alih membuka ruang dialog, Bupati Nabit justru memainkan politik adu domba dan menghadirkan kekerasan struktural. Ia bukan lagi pelindung rakyat, tapi sudah menjelma menjadi alat kekuasaan yang berpihak pada pemodal,” ujar Juru Kampanye Nasional JATAM, Alfarhat Kasman dalam keterangan tertulis yang diterima IslamToday ID, Jumat (6/6/2025).
Warga Poco Leok Suarakan Penolakan Secara Damai
Menurutnya, warga Poco Leok telah menyuarakan penolakan mereka secara damai, bahkan dengan menyanyikan nenggo atau lagu-lagu adat Manggarai.
Ia menilai, tindakan Bupati justru membuka jalan menuju perpecahan sosial dan konflik horizontal antarwarga.
“Aksi damai dilakukan serentak di Flores, Ende, Nagekeo, dan Ngada, tapi hanya di Manggarai yang diwarnai intimidasi. Ini menunjukkan kecongkakan hati dan arogansi bupati,” lanjutnya.
KfW Harus Bertanggung Jawab Atas Pelanggaran HAM pada Warga
Koalisi juga menyoroti peran Bank Pembangunan Jerman (KfW), yang membiayai proyek geotermal tersebut.
Mereka menilai, KfW ikut bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang dialami masyarakat adat Poco Leok.
“KfW harus hengkang dari Flores. Proyek ini bukan pembangunan, tapi pelanggengan kejahatan kemanusiaan. Kami tidak akan tinggal diam,” ungkapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Sampaikan Beberapa Tuntutan
Selain itu, koalisi masyarakat sipil menyampaikan tujuh tuntutan, di antaranya penghentian intimidasi terhadap masyarakat adat, pertanggungjawaban Bupati Nabit dan KfW, serta pembatalan proyek geotermal di seluruh Flores.
Kemudian, mereka juga mendesak Kementerian Dalam Negeri memberikan teguran keras terhadap Bupati Nabit.
“Poco Leok bukan tanah kosong. Di sana ada manusia, sejarah, dan kehidupan. Semua itu tak bisa dikorbankan demi proyek yang hanya menguntungkan segelintir orang,” pungkas Alfarhat.
Diketahui, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari JATAM, Terranusa, JPIC OFM, AMAN Nusa Bunga, Sunspirit for Justice and Peace, dan WALHI NTT, menyatakan keprihatinannya terhadap ekspansi industri ekstraktif yang dinilai tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat adat Poco Leok, Manggarai, NTT.[nnh]