(IslamToday ID) — Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyita uang sebesar Rp 11,8 triliun dari korporasi raksasa Wilmar Group ihwal kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada tahun 2022 lalu.
Langkah penyitaan tersebut dilakukan di tengah proses kasasi perkara, setelah sebelumnya majelis hakim memutus lepas atau ontslag terhadap para terdakwa.
Kelima korporasi yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut seluruhnya merupakan bagian dari Wilmar Group, yaitu:
1. PT Multimas Nabati Asahan
2. PT Multimas Nabati Sulawesi
3. PT Sinar Alam Permai
4. PT Wilmar Bioenergi Indonesia
5. PT Wilmar Nabati Indonesia
“Penyitaan itu dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan tingkat upaya hukum (kasasi),” kata Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)Kejagung, Sutikno, dalam konferensi persnya di Gedung Kejagung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Kejaksaan memamerkan uang sitaan sebesar Rp 2 triliun dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu, dengan tiap pengepakan berisi Rp 1 miliar.
Dalam dakwaan sebelumnya, jaksa menuntut para korporasi untuk membayar uang pengganti senilai Rp 11,8 triliun. Rinciannya meliputi:
– Keuntungan tidak sah sebesar Rp 1,6 triliun
– Kerugian keuangan negara Rp 1,6 triliun
– Kerugian sektor usaha dan rumah tangga sebesar Rp 8,5 triliun
Menurut Sutikno, penyitaan dilakukan dengan izin resmi dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para terdakwa disebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Korupsi dan Ketimpangan Sosial
Kasus tersebut, kata Sutikno, menyoroti ketimpangan dan kerusakan sistem yang begitu kronis. Di saat jutaan rakyat kecil merasakan tekanan ekonomi, segelintir korporasi raksasa justru mengambil keuntungan luar biasa dari fasilitas negara. Hal itu, kata dia, adalah bentuk nyata dari kezaliman struktural yang mesti dilawan oleh aparat hukum dengan tegas, adil, dan transparan.
Ia berharap, proses hukum tidak berhenti hanya pada level kasasi, tetapi menjadi pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan untuk menghentikan praktik bisnis yang merusak dan merampok hak rakyat. [nfl]