(IslamToday ID) – Aksi solidaritas untuk Palestina kembali menggema di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
Aksi ini diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk Aqsa Working Group (AWG) dan Free Palestine Network (FPN).
Salah satu tokoh yang hadir adalah Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), Dina Y Sulaeman.
“Yang berkumpul di sini itu ada dua organisasi ya, dari Aqsa Working Group (AWG) dan Free Palestine Network (FPN). Karena sejalan dan waktunya bersamaan, akhirnya bareng. Kalau saya, saya Ketua Dewan Pakar di Free Palestine Network,” ujar Dina saat ditemui ITD News di lokasi aksi, Jumat (20/6/2025).
Ia menyebut, FPN merupakan lembaga yang relatif baru berdiri, yaitu beberapa bulan setelah genosida di Gaza mencuat ke publik.
Tujuan utamanya adalah memberikan edukasi menyeluruh kepada masyarakat mengenai konflik Palestina–Israel.
“Jadi publik nggak mengerti sepotong-sepotong aja dari media sosial, tapi lengkap. Kita bikin workshop delapan hari dalam satu paket, dan itu online. Selama ini kegiatan kita online, baru beberapa pekan terakhir mulai turun ke jalan,” paparnya.
Perang Iran–Israel dan Posisi Kuat Iran
Sementara itu, Dina juga memberikan pandangan dari sudut keilmuan hubungan internasional ihwal memanasnya konflik antara Israel dan Iran.
Ia menilai, bahwa Iran saat ini berada di posisi yang lebih unggul dibandingkan Israel.
“Dari sisi intensitas serangan, Iran itu sekarang yang lebih banyak melakukan. Israel itu kalau mau menyerang Iran harus kirim jet tempur dan melewati sistem pertahanan udara Iran. Sementara Iran cukup kirim rudal dan drone dari negaranya sendiri,” jelas Dina.
Dina juga menyinggung soal beban pembiayaan perang yang timpang. “Militer spending Iran itu rendah sekali. Sementara Israel mahal banget. Kalau Israel dibiarkan sendirian, nggak dibantu Amerika atau negara Barat, sebentar lagi pasti menyatakan kekalahan. Perang itu mahal,” terangnya.
Potensi Dampak Global dan Peran Negara-negara Islam
Dina pun menilai, bahwa eskalasi konflik ini bisa berdampak pada perekonomian global, terutama jika Amerika Serikat terlibat langsung.
“Kalau Amerika sampai menyerang Iran, Iran punya kartu truf, bisa tutup Selat Hormuz. Sepertiga suplai minyak dan gas dunia lewat situ. Kalau ditutup, harga migas naik, resesi ekonomi bisa terjadi,” imbuh Dina.
Ia juga menyebut, bahwa Iran berpotensi menyerang pangkalan militer AS di negara-negara Teluk, yang dapat memperluas dampak konflik ke kawasan yang lebih luas.
Namun begitu, Dina menekankan bahwa negara-negara lain, termasuk Indonesia, masih bisa berperan besar tanpa harus terlibat dalam perang.
“Kita bisa bantu Iran lawan Israel tanpa perang, cukup dengan tekanan ekonomi. Misalnya boykot perusahaan-perusahaan yang terbukti dukung militer Israel. Kalau itu dilakukan, dalam waktu singkat genosida di Gaza bisa dihentikan,” tutupnya.[nnh]