(IslamToday ID) — Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi, menyambut baik inisiatif pemanfaatan minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk dijadikan bahan bioavtur. Namun ia menekankan pentingnya transparansi dalam proses penjualan minyak bekas atau jelantah tersebut.
Menurut Nurhadi, program tersebut bisa mendukung agenda ekonomi hijau dan gerakan keberlanjutan yang sejalan dengan prinsip kemaslahatan. Namun, ia mengingatkan pemerintah agar tidak abai terhadap pengawasan dan pelaporan hasil penjualan.
“Langkah ini bagus, mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau. Kalau memang programnya baik, kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi,” kata Nurhadi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
DPR Dukung Langkah Terbaru Dengan Catatan Harus Dipertanggungjawabkan
Nurhadi secara prinsip mendukung langkah tersebut, tetapi dengan catatan, semua alur penjualan dan penggunaannya harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” ujarnya.
Lebih jauh, Nurhadi memperingatkan agar minyak jelantah dari program MBG tidak digunakan kembali untuk konsumsi masyarakat, apalagi sebagai bantuan pangan. Menurutnya, hal itu sama saja dengan memperlakukan kelompok rentan sebagai sasaran limbah pangan.
“Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat,” ujarnya lantang.
DPR Dorong Pemerintah Bentuk Program Khusus Pengelolaan Limbah MBG
Legislator asal Jawa Timur VI itu juga mendorong pemerintah membentuk program khusus pengelolaan limbah MBG secara terstruktur dan terencana. Ia menyebut bahwa MBG, sebagai program berskala nasional yang berjalan setiap hari, berpotensi menghasilkan berbagai jenis limbah, bukan hanya minyak jelantah, tapi juga sisa makanan, sampah organik, dan plastik.
“Ini harus dikelola secara terstruktur agar program MBG benar-benar optimal, tidak hanya dalam aspek gizi, tapi juga lingkungan,” jelasnya.
Menurutnya, jika limbah MBG dikelola dengan baik, tidak hanya berdampak positif bagi kesehatan dan lingkungan, tetapi juga dapat memperkuat ekosistem ekonomi sirkular dan menambah nilai ekonomi dari sektor energi terbarukan.
“Kalau ini dikelola dengan benar, MBG bukan hanya memberi makan anak-anak Indonesia, tapi juga memberi makan program ekonomi hijau,” tutup Nurhadi.
Badan Gizi Nasional Sebut Dalam Program MBG Rata-rata Habiskan 800 Liter Minyak
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, sebelumnya menyampaikan bahwa setiap bulan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata menghabiskan 800 liter minyak goreng untuk kegiatan memasak MBG. Dari jumlah tersebut, sekitar 71 persen atau 550 liter berubah menjadi minyak jelantah.
Dadan menambahkan, minyak bekas ini berpotensi dijual kembali dengan harga Rp7.000 per liter untuk kepentingan produksi bioavtur, baik di dalam negeri maupun ekspor. [nfl]