(IslamToday ID) – Pernyataan kontroversial Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, yang mendorong masyarakat bekerja ke luar negeri untuk mengurangi pengangguran, menuai kritik tajam.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, menilai hal itu bertolak belakang dengan upaya pemerintah Prabowo-Gibran membuka lapangan kerja seluas-luasnya di dalam negeri.
“Pernyataan ini secara tidak langsung mengerdilkan pemerintahan Prabowo-Gibran yang sedang bekerja keras menciptakan lapangan kerja, mulai dari hilirisasi tambang hingga janji 19 juta lapangan kerja dari Wapres Gibran,” ujar Iwan Setiawan kepada IslamToday ID, Sabtu (28/6/2025).
Menurutnya, Karding justru terlihat kontraproduktif, ia pun merujuk pada pernyataan Ketua MPR RI sekaligus Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
“Kalau tidak bisa memberi solusi, minimal jangan bikin kontroversi. Menteri seperti inilah yang disebut ‘beban’ dalam kabinet,” ungkapnya.
Sinyal Reshuffle Menguat
Iwan meyakini, komentar Muzani bukan sekadar kritik biasa, melainkan ‘kode keras’ bagi menteri yang dianggap tidak sejalan dengan visi pemerintahan.
“Ini bisa jadi sinyal reshuffle, dan Karding layak masuk daftar pertama,” kata Direktur Eksekutif IPR.
Tak hanya Karding, Mendagri Tito yang baru-baru ini memicu polemik pengalihan empat pulau Aceh ke Sumut juga disebut sebagai ‘beban’.
Begitu juga Menteri Koperasi Budi Arie, yang kerap dikaitkan dengan skandal judi online di Kominfo.
“Dan menteri-menteri yang lain yang saya yakin Presiden Prabowo sudah memiliki cacatan di kantongnya,” pungkas Iwan.
Sebelumnya, Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding mendorong penurunan angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah.
Yakni, dengan meminta masyarakat untuk bekerja di luar negeri secara resmi.
“Di Jateng ada 1 juta (pengangguran) yang belum terserap, anda calon (tenaga kerja) yang tidak terserap, maka segera berpikir ke luar negeri,” ucap Karding.
Diketahui, hal tersebut disampaikan Karding dalam acara talkshow dan peresmian Migrant Center di Gedung Prof Soedarto, Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Kamis (26/6/2025).[nnh]