(IslamToday ID) — Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan, menegaskan bahwa kebudayaan harus dipandang sebagai investasi strategis, bukan sekadar beban anggaran. Ia menyebut pengembangan kebudayaan justru menawarkan potensi ekonomi yang jauh lebih berkelanjutan dibanding eksploitasi tambang.
“Tambang itu cepat habis. Tapi budaya, semakin kita garap, semakin menghasilkan. Ini yang belum disadari banyak pihak,” kata Restu di Jakarta, Senin (30/6/2025).
Budaya Bukan Soal Masa Lalu Saja
Restu mengkritik cara pandang yang menganggap kebudayaan hanya berkaitan dengan masa lalu. Menurutnya, budaya justru merentang dari masa lalu, masa kini, hingga masa depan.
“Kalau ada yang tak disukai, langsung dipindah ke museum, seolah budaya hanya tentang masa lampau. Padahal budaya itu juga hidup hari ini dan menentukan masa depan,” ucap Restu.
Pembangunan Berbasis Budaya Gerakkan Ekonomi Lokal
Restu menyebut banyak kepala daerah belum sadar bahwa even budaya seperti ulang tahun kota atau kabupaten bisa menggerakkan ekonomi secara masif. Ia mencontohkan bagaimana perhelatan kebudayaan mampu membuka peluang bagi para seniman, pengrajin, penyewa kostum, hingga pelaku UMKM.
“Banyak orang masih melihat budaya itu mahal. Mereka hitung biayanya, tapi lupa menghitung dampaknya. Padahal dari satu festival saja bisa terjadi perputaran ekonomi luar biasa,” ujarnya.
Budaya Harus Jadi Arus Utama, Bukan Sekadar Pelengkap
Karena potensi strategis itu, Restu mendorong agar pemerintah menjadikan budaya sebagai arus utama dalam pembangunan, bukan sekadar hiasan seremoni. Ia menekankan, jika kebijakan pembangunan tidak menjadikan budaya sebagai fondasi, maka Indonesia akan kehilangan identitas dan kekuatan sosialnya.
“Jangan pinggirkan budaya. Jadikan dia fondasi utama. Di era modern, budaya justru menjadi penentu arah masa depan,” ujarnya.
Era Digital, Indonesia Tak Bisa Hanya Bertahan, Harus Menyerang
Restu juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak bisa lagi hanya bersikap defensif terhadap gempuran budaya asing. Ia menilai, era digital memungkinkan siapa pun mengakses budaya luar, bahkan dari kamar masing-masing.
“Anak-anak kita bisa akses budaya global dari gadget. Maka kita harus ofensif. Kita harus serang balik lewat promosi budaya lokal,” kata dia.
Tumpeng, Batik, dan Diplomasi Budaya
Restu mengajak masyarakat untuk mulai dari langkah kecil namun bermakna. Ia menyarankan agar simbol budaya lokal tetap digunakan dalam acara-acara penting.
“Kalau ulang tahun, boleh pakai kue tar, tapi jangan tinggalkan tumpeng. Itu warisan budaya tak benda kita,” ucapnya.
Selain itu, ia juga mendorong pemakaian busana khas seperti batik di forum-forum internasional sebagai bentuk diplomasi budaya.
“Kalau pakai batik, orang langsung tahu itu Indonesia, bukan Malaysia. Dari baju saja sudah jadi identitas,” pungkasnya. [nfl]