(IslamToday ID) – China melakukan uji coba obat anti virus corona bernama remdesivir. Namun obat yang diyakini bakal efektif untuk mengatasi penyakit yang kini menjadi pandemi di dunia ini gagal.
Dikutip di BBC, remdesivir tidak mampu menyembuhkan pasien Covid-19. Hal ini juga dilaporkan dalam dokumen yang sempat dirilis oleh WHO.
Remdesivir dikatakan tidak memperbaiki kondisi pasien Covid-19. Bahkan, obat ini dalam uji coba pertamanya menunjukkan ketidaksuksesan untuk mengurangi patogen virus dalam aliran darah.
Atas hal ini, Gilead, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yang membuat remdesivir mengatakan bahwa dokumen WHO tersebut salah menafsirkan studi yang dilakukan. Kegagalan uji coba menyebar setelah organisasi mengunggah rincian tentang database uji klinis.
“Kami percaya unggahan itu memasukkan karakterisasi studi yang tidak sesuai. Dengan demikian, hasil penelitian tidak dapat disimpulkan, meskipun tren dalam data menunjukkan manfaat potensial untuk remdesivir, terutama di antara pasien yang diobati pada awal penyakit,” ujar juru bicara Gilead, Kamis (23/4/2020).
Namun, WHO kini telah menghapus unggahan mengenai kegagalan uji klinis. Dalam studi yang dilakukan terkait efektivitas remdesivir, para peneliti mempelajari 237 pasien, memberikan obat ini ke 158 orang, dan membandingkan kondisi mereka dengan 79 lainnya yang menerima pengobatan dengan plasebo.
Setelah satu bulan, sebanyak 13,9 persen dari pasien yang menggunakan remdesivir meninggal, dibandingkan dengan 12,8 persen dari yang menerima plasebo. Percobaan obat ini kemudian dihentikan lebih awal karena adanya efek samping. “Remdesivir tidak dikaitkan dengan manfaat klinis atau virologi,” tulis ringkasan studi.
Namun, ini tidak berarti akhir dari potensi remdesivir untuk mengobati Covid-19. Beberapa uji coba yang berkelanjutan akan dilakukan dan diharapkan memberikan gambaran lebih jelas tentang penggunaan obat.
Sementara, di Oxford, Inggris uji coba vaksin corona dilakukan pada manusia. Dua relawan disuntik, kelompok pertama lebih dari 800 orang yang telah direkrut untuk penelitian.
Setengahnya akan menerima vaksin Covid-19, dan separuhnya lagi vaksin kontrol yang melindungi dari penyakit meningitis dan bukan virus corona.
Rancangan uji coba ini berarti relawan tidak akan tahu vaksin mana yang mereka dapatkan. Namun, dokter mengetahuinya
Elisa Granato, salah seorang relawan yang menerima vaksin, mengatakan, “Saya seorang ilmuwan, jadi saya ingin berusaha mendukung proses ilmiah di mana pun saya bisa.”
Vaksin ini dikembangkan dalam waktu kurang dari tiga bulan oleh tim ilmuwan di Universitas Oxford. Sarah Gilbert, profesor vaksinologi di Jenner Institute, memimpin penelitian praklinisnya.
“Saya pribadi sangat percaya pada vaksin ini,” katanya seperti dikutip di BBC.
“Tentu saja, kita harus mengujinya dan mendapatkan data dari manusia. Kita harus menunjukkan ia benar-benar manjur dan mencegah orang terinfeksi virus corona sebelum digunakan pada populasi yang lebih luas,” imbuhnya.
Prof Gilbert sebelumnya mengaku “percaya 80%” vaksin akan manjur, tetapi sekarang memilih tidak menyebutkan angka, dan hanya mengatakan sangat optimistis dengan peluangnya. (wip)