(IslamToday ID) – Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan orang-orang Palestina yang tinggal di Lembah Jordan, Tepi Barat tidak akan diberikan kewarganegaraan Israel setelah wilayah tersebut dicaplok. Menurutnya, mereka akan tetap menjadi warga negara entitas Palestina di masa depan.
“Mereka akan tetap sebagai daerah kantong Palestina. Tidak perlu mencaplok Jericho. Ada satu atau dua kelompok. Anda tidak perlu memaksakan kedaulatan atas mereka, mereka akan tetap menjadi subjek Palestina jika Anda mau. Tetapi akan ada kontrol keamanan atas ini juga,” kata Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan harian Israel Hayom.
Sampai sekarang Netanyahu belum memberikan rincian mengenai nasib lebih dari 50.000 warga Palestina yang tinggal di daerah Tepi Barat yang akan dianeksasi atau dicaplok Israel. Belum jelas apakah mereka akan menjadi warga negara Israel sebagai bagian dari proses tersebut.
Selain itu, Netanyahu menanggapi kritik dari kubu politik sayap kanan, yang berpendapat bahwa mengadopsi rencana perdamaian Timur Tengah ala pemerintahan Donald Trump akan mengarah pada pembentukan negara Palestina.
“Semua rencana yang ditawarkan kepada kami di masa lalu termasuk meninggalkan bagian-bagian Israel, mundur ke perbatasan 1967 dan membagi Yerusalem sambil mengizinkan para pengungsi untuk memasuki Israel. Rencana ini menawarkan yang sebaliknya. Kami bukan yang diminta untuk menyerahkan (wilayah) Palestina,” kata Netanyahu dalam wawancara tersebut yang dilansir Haaretz, Jumat (29/5/2020).
“Orang-orang Palestina harus mengakui bahwa kitalah yang mendikte aturan keamanan atas seluruh wilayah. Jika mereka menyetujui semua ini, maka mereka akan memiliki entitas sendiri yang didefinisikan oleh Presiden Trump sebagai negara,” ujarnya.
Netanyahu menambahkan bahwa seorang diplomat Amerika Serikat (AS) mengatakan kepadanya, “Itu tidak akan menjadi sebuah negara.” Ia kemudian menjawab, “Sebut saja apapun yang Anda inginkan.”
Pada saat yang sama, AS mengeluarkan peringatan kepada warganya agar mereka tidak bepergian ke Tepi Barat karena khawatir deklarasi pencaplokan akan memicu kekerasan di wilayah tersebut.
Pada pekan lalu, Netanyahu mengatakan dalam pertemuan faksi Likud bahwa ia telah menetapkan 1 Juli sebagai tanggal awal untuk diskusi kabinet tentang pencaplokan Tepi Barat. “Kami tidak berniat untuk mengubah batas waktu,” katanya.
“Ini adalah peluang besar dan kami tidak akan membiarkannya lewat begitu saja,” imbuh Netanyahu.
Menurut perjanjian koalisi yang ditandatangani antara Likud dan Kahol Lavan dari kubu Benny Gantz, Netanyahu dapat membawa kesepakatan yang dicapai dengan AS mengenai masalah penerapan kedaulatan untuk kabinet dan/atau diskusi Knesset (Parlemen) pada 1 Juli.
Menyusul perkembangan terakhir, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan pekan lalu bahwa otoritas Palestina mengakhiri semua perjanjiannya dengan Israel dan AS, termasuk koordinasi keamanan. (wip)