IslamToday ID — Melalui Kedubes RI di Washington DC, Pemerintah Indonesia mengimbau Warga Negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS tidak terlibat dalam gelombang demonstrasi di berbagai kota yang terjadi sejak 26 Mei 2020.
Kuasa Usaha Ad-Interim/Wakil Duta Besar RI untuk AS, Iwan Freddy Hari Susanto menyerukan kepada segenap WNI untuk menghindari lokasi-lokasi aksi demonstrasi dan tidak keluar rumah untuk sementara waktu.
“WNI juga kita wanti-wanti agar menjauhi tempat-tempat terjadinya aksi unjuk rasa karena akan membahayakan keselamatan dan keamanan mereka. Patuhi setiap instruksi, kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh otoritas setempat,” kata Iwan Freddy Hari Susanto melalui keterangan resminya, Selasa (2/6).
Wakil Dubes RI di AS itu juga memastikan bahwa kondisi 142.441 WNI yang berada di AS saat ini dalam kondisi aman.
“Tidak ada laporan terkait WNI yang terdampak akibat demo”, ujar Iwan Freddy Hari Susanto.
Ia mengatakan aksi unjuk rasa yang terjadi di berbagai negara bagian di AS mulai dari wilayah Pantai Timur hingga Pantai Barat telah memasuki hari ketujuh.
Sebagian wilayah imbuhnya, telah menerapkan peraturan jam malam dan status darurat.
“Keselamatan dan keamanan WNI di AS menjadi prioritas utama dan perhatian khusus KBRI Washington DC dan KJRI-KJRI se-AS”, tambah Iwan Freddy.
Iwan Freddy menambahkan bahwa seluruh perwakilan Indonesia di AS terus menjalin kontak dengan simpul-simpul masyarakat Indonesia, termasuk mahasiswa, di berbagai wilayah di AS untuk membantu memantau dari dekat dan memastikan keselamatan WNI dalam situasi saat ini.
Aksi George Floyd dan Kerusuhan di AS
Gelombang aksi protes meluas pasca kematian George Floyd, pria kulit hitam berusia 46 tahun pada Senin (26/5). Floyd ditangkap polisi pada Senin, saat dia diduga menggunakan uang palsu senilai USD20 untuk membayar di sebuah toko.
Rekaman video viral beredar di media sosial menunjukkan Floyd diborgol dan tak menunjukkan perlawanan apa pun. Namun, polisi mengklaim Floyd berontak. Salah satu polisi tampak menginjak dan menduduki leher Floyd, meskipun Floyd berulang kali berteriak karena kehabisan napas.
Tak lama usai Floyd pingsan, Floyd menghembuskan napas terakhirnya saat dilarikan ke rumah sakit.
Otopsi independen yang dilakukan pada Senin (1/6) menemukan fakta bahwa Floyd terbunuh karena sesak napas akibat tekanan yang berkelanjutan.
Usai insiden tersebut, empat polisi yang terlibat pun dipecat dan aksi protes yang berujung ricuh meletus di Minneapolis.
“I Can’t Breath” [Aku tak bisa bernafas] adalah kata-kata terakhir yang diucapkan Floyd, Chauvin ditangkap atas tuduhan pembunuhan tingkat tiga yang dilakukannya Floyd.
Penangkapan Chauvin rupanya tidak memadamkan amarah atas kematian George Floyd dan kerusuhan menyebar dan meluas di puluhan kota hingga diberlakukannya jam malam di 25 kota dalam 16 negara bagian, Ahad (31/5).
Aksi kekerasan yang direkam dalam video menjadi viral di media sosial dan menyebabkan gelombang massa besar dengan satu slogan, “Black live Matters”.Akan tetapi di sejumlah wilayah aksi protes berujung kericuhan dan penjarahan hingga pembakaran properti, memicu kerusuhan-kerusuhan di jalanan hampir di puluhan kota, Ahad (31/5).
Sementara itu di hari ketujuh, berdasarkan pantauan Al Jazeera, Selasa (2/6) kerusuhan semakin parah dan aksi protes semakin meluas di lebih dari 350 kota di Amerika Serikat. Di 23 Negara Bagian AS, pasukan Garda Nasional dikerahkan.[IZ]