(IslamToday ID) – Untuk ketiga kalinya Amerika Serikat (AS) memergoki pesawat tempur milik Rusia aktif dipakai untuk perang sipil di Libya.
Menurut pasukan AS dari Komando Afrika atau USAFRICOM dalam siaran di situs resminya, Jumat (19/6/2020), jet-jet tempur Rusia dipergoki setelah didapatkan bukti foto satelit.
Dalam foto satelit yang didapatkan USAFRICOM, terlihat sebuah pesawat Rusia yang sedang lepas landas dari al-Jufra, Libya. Pesawatnya berjenis MiG-29. Tak hanya itu, pesawat itu terdeteksi beroperasi di sekitar Kota Sirte, Libya.
“Keterlibatan berkelanjutan Rusia di Libya meningkatkan kekerasan dan menunda solusi politik. Rusia terus mendorong pijakan strategis di sisi selatan NATO dan ini mengorbankan nyawa (warga) Libya yang tidak bersalah,” kata Brigjen Korps Marinir AS sekaligus Direktur Operasi USAFRICOM, Bradford Gering.
Sebelumnya pada akhir Mei, USAFRICOM menyebutkan setidaknya 14 MiG-29 dan beberapa Su-24 diterbangkan dari Rusia ke Suriah. Setelah transit, pesawat itu lalu diterbangkan ke Libya. Namun sebelum diterbangkan ke Libya, pesawat telah dicat dengan warna berbeda untuk penyamaran.
“Kami tahu, para pejuang ini belum berada di Libya. Jelas mereka datang dari Rusia. Mereka tidak datang dari negara lain,” kata Direktur Urusan Publik USAFRICOM, Kolonel Chris Karns.
USAFRICOM menyebutkan, pengiriman pesawat tempur Rusia ke Libya merupakan sebuah pelanggaran, sebab bertentangan dengan embargo senjata yang diberlakukan PBB terhadap Libya.
“Ada kekhawatiran pesawat Rusia ini diterbangkan oleh tentara bayaran PMC non-negara yang tidak berpengalaman, yang tidak akan mematuhi hukum internasional. Mereka tidak terikat hukum tradisional konflik bersenjata. Jika ini benar dan pemboman terjadi, nyawa Libya yang tidak bersalah berisiko,” kata Gering.
Sebagai pedagang senjata nomor satu di wilayah Afrika, Rusia terus mengambil keuntungan dari kekerasan dan ketidakstabilan di seluruh benua. PMC yang didukung pemerintah Rusia, seperti Wagner Group, aktif di 16 negara di seluruh Afrika. Diperkirakan ada sekitar 2.000 personel Wagner Group di Libya.
“Rusia tanpa henti menempel pada narasi penolakan tidak masuk akal di media. Sulit untuk menyangkal fakta. Campur tangan Rusia dan penutupan aktivitas di Libya terlihat dan menunda kemajuan. Kemajuan yang layak diterima rakyat Libya,” kata Karns.
Untuk diketahui, kondisi Libya memang sedang memburuk setelah terjadi perang antara pasukan Tentara Nasional Libya atau LNA yang dipimpin Khalifa Haftar dengan pasukan dari Pemerintah Negara Kesepakatan alias GNA.
Diketahui juga, LNA saat ini memang sedang terdesak karena mengalami banyak kekalahan di beberapa kota. Dan untuk membalas kekalahan itu, sejak sepekan terakhir LNA mengerahkan pesawat tempur untuk menyerang GNA terutama di Kota Sirte. Kuat dugaan pesawat yang dipakai LNA itu kiriman dari Rusia. [wip]