(IslamToday ID) – Ada kisah aneh di balik pertikaian yang terjadi antara India dan China di Pegunungan Himalaya. Di pojok barat laut Ladakh, pusat dari konfrontasi India-China saat ini, ada sebuah tempat bernama Daulat Beg Oldi (DBO), yang terletak di ketinggian 16.700 kaki.
Lokasi tersebut sangat strategis, karena terletak di kaki Karakoram Pass yang memisahkan India dari Provinsi Xinjiang China. Selain itu, jarak antara DBO dan perbatasan China hanya 8 kilometer, juga hanya 9 kilometer dari Aksai Chin, wilayah yang disengketakan dimana China telah membangun jalan yang menghubungkan Tibet dengan Xinjiang.
Wajar jika China mengkhawatirkan kehadiran India yang terus berkembang di DBO, karena India memiliki pos militer dan lapangan terbang di sini. Lapangan terbang ini dibangun selama perang India-China tahun 1962, tetapi sudah tidak digunakan sejak tahun 1965 karena ketidakseimbangan topografi akibat gempa bumi.
Pada tahun 1962, China dengan mudah menyerbu pos militer India di DBO. Sejak itu hingga 2008, DBO tidak menonjol dalam perencanaan strategis Beijing di Himalaya. Tapi itu semua berubah pada 2008 ketika Angkatan Udara India memutuskan untuk mengaktifkan kembali lapangan terbang DBO.
Berkas-berkas permintaan izin untuk diaktifkan kembali lapangan terbang DBO sudah terkumpul di Kementerian Pertahanan India. Sikap ambisius para menteri dan birokrat itu jangan sampai menyinggung China dengan “usaha berani” di Himalaya.
Namun, pengaktifan kembali lapangan terbang DBO diperlukan untuk mengirim pasokan reguler sumber daya dan amunisi ke pos-pos militer yang terletak di wilayah yang terisolasi dan rawan konflik.
Para petinggi IAF memutuskan untuk mengambil risiko. Tanpa mempedulikan izin dari kementerian, IAF mendaratkan sebuah pesawat kargo AN-32 di lapangan terbang DBO. Sehingga lapangan terbang itu diaktifkan kembali dan langsung membawa perubahan besar dalam skenario taktis sektor barat perbatasan India-China.
Perubahan itu sangat penting. Untuk memahaminya dengan baik, kita harus mengalihkan perhatian kita ke perkembangan infrastruktur yang telah dilakukan India di sektor ini. Alasan di balik kesuksesan China di DBO pada tahun 1962 adalah bahwa pos India kekurangan pasokan yang memadai.
Ini wajar karena tidak ada jalan yang bisa dilalui oleh truk untuk menuju ke sana. Hanya ada dua rute untuk mencapai pos militer DBO yang terpencil.
Yaitu satu di sepanjang Lembah Nubra, melalui jalur Saser La pada ketinggian sekitar 16.000 kaki. Ini adalah trek pejalan kaki dan membutuhkan tiga hingga empat hari untuk sampai. Hanya kereta bagal yang bisa digunakan di sini. Ini adalah rute yang terpaksa dilalui India selama perang 1962.
Rute kedua yaitu berjalan di sepanjang sungai Shyok, Depsang La pass, dan dataran Depsang pada ketinggian yang hampir sama. Rute ini tidak bisa digunakan karena tidak hanya membutuhkan lebih banyak hari untuk mencapai DBO, tetapi juga terkena banjir musiman dari sungai Shyok yang akan membuat rute tersebut tidak dapat dilewati.
Untuk memperbaiki kekurangan logistik ini, India baru-baru ini menyelesaikan semua jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dari Dabruk melalui Shyok dan kemudian ke DBO (jalan DSDBO) yang akan menghubungkan Leh, markas Ladakh, dalam rentang waktu yang sangat singkat, hanya enam jam.
Selain itu, India telah membangun beberapa jalan pengumpan timur-barat, membagi dua jalan DSDBO utama di titik-titik tertentu. Ini cukup membingungkan China. Dengan pasokan di sepanjang jalan DSDBO yang baru dan pengangkutan udara cepat personel tentara karena landasan udara DBO, tentara India berada dalam posisi untuk melancarkan serangan seperti gunting ke Provinsi Xinjiang, China melalui Karakoram Pass.
Sehingga ini membahayakan tidak hanya provinsi tetapi berbatasan dengan Gilgit-Baltistan Pakistan di mana China membangun Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC), garis hidup utama dari Inisiatif Sabuk dan Jalan Beijing (BRI).
Jalan DSDBO juga memungkinkan yang lain. Menggunakan salah satu jalan pengumpan yang melewati Lembah Galwan, tentara patroli India dapat dengan mudah mencapai perbatasan Tibet dan melancarkan serangan ke dalam Tibet. Jadi jalan Tibet-Xinjiang akan rentan di banyak titik, tidak hanya di Tibet dan Xinjiang, tetapi juga di Aksai Chin.
Ini bisa menempatkan teritorial China di bawah tekanan besar, salah satunya ancaman terhadap proyek BRI. Inilah alasan di balik bentrokan di Lembah Galwan, di mana kedua belah pihak kehilangan prajurit mereka. China kemungkinan besar akan mencoba untuk mengendalikan pegunungan yang akan memberi mereka posisi yang berkuasa vis-a-vis tidak hanya jalan pengumpan, tetapi juga jalan DSDBO utama.
Kedua negara berada dalam suasana perang di sepanjang Garis Kontrol Aktual. Tidak ada gunanya membandingkan kekuatan masing-masing dari India dan China. Baik Beijing maupun New Delhi harus memahami bahwa perang bukanlah solusi. Tidak ada perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan melalui dialog. Diharapkan pemimpin politik kedua negara memahami hal ini. [wip]