(IslamToday ID) – China dan Iran semakin erat dalam menjalin kerja sama. Keduanya yang merupakan seteru Amerika Serikat (AS), akhirnya sepakat untuk melakukan kerja sama di segala sektor, termasuk militer.
Dalam laporan yang dikutip dari The New York Times, China dan Iran secara rahasia telah menyusun kerja sama di bidang ekonomi dan keamanan. Kerja sama antara China dan Iran bakal membuka jalan kedua negara untuk investasi miliaran dolar AS di seluruh sektor, terutama dalam hal energi nuklir dan sistem persenjataan lainnya.
Dikutip dari media Israel, Arutz Sheeva 7, ada 18 halaman dokumen perjanjian antara China dan Iran. Dokumen itu menggambarkan bahwa China akan memperluas jaringan investasinya di bidang perbankan, telekomunikasi, pelabuhan, kereta api, dan puluhan proyek militer.
Di sisi lain, China akan menerima pasokan minyak dari Iran dalam jumlah besar. Seperti yang diketahui, Iran yang terkena sanksi embargo dari PBB dan AS, nantinya akan punya tempat baru untuk menjual minyaknya.
Kemudian, dalam dokumen itu juga ada poin kerja sama militer. Hal ini bisa memberikan China pijakan baru di wilayah yang telah menjadi perhatian strategis AS dalam beberapa dekade.
Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) dan Garda Revolusi Iran (IRGC) kemungkinan besar akan melakukan latihan gabungan. Secara bersama-sama juga akan mengembangkan teknologi persenjataan dan berbagi data intelijen.
Permintaan kerja sama dikabarkan sudah diminta langsung oleh Presiden China, Xi Jinping saat berkunjung ke Iran pada 2016 silam. Gayung bersambut, pemerintah Iran di bawah komando Presiden Hassan Rouhani langsung sepakat dan sudah dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, pekan kemarin.
Hubungan China dan AS memanas lantaran kampanye militer pasukan Negeri Tirai Bambu di kawasan Laut China Selatan. AS menuduh China seenaknya mengklaim sejumlah wilayah di perairan internasional Asia Tenggara sehingga merugikan beberapa negara di sekitarnya.
Sementara itu, hubungan AS dan Iran kembali memburuk pasca keputusan Presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2015.
AS juga berusaha keras untuk mencari dukungan agar masa sanksi embargo Iran diperpanjang. Iran pun berang, pasalnya sanksi itu sudah akan berakhir pada Oktober 2020 nanti.
Lalu, penyebab lain yang tak kalah membuat Iran ngamuk adalah pembunuhan Komandan Pasukan Quds IRGC, Mayjen Qassem Soleimani pada 3 Januari 2020 lalu. Serangan drone Angkatan Bersenjata AS di Bandara Internasional Baghdad, Irak menewaskan Soleimani dan Wakil Komandan Pasukan Mobilisasi Rakyat (PMF) Irak, Abu Mahdi Al Muhandis. [wip]