(IslamToday ID) – Seorang mantan pejabat pertahanan Israel dan pejabat intelijen Uni Eropa menyatakan Israel terlibat dalam kampanye panjang untuk menekan Iran sebelum Presiden Donald Trump bertarung lagi dalam pemilihan presiden AS November mendatang.
Insiden kebakaran dan ledakan terjadi beruntun di Iran, seperti ledakan di fasilitas produksi rudal pada 22 Juni. Kemudian ledakan di fasilitas nuklir Natanz, pusat pengayaan uranium terbesar Iran pada 2 Juli dan ledakan di galangan kapal penting di kota pelabuhan Bushehr pada hari Rabu (15/7/2020).
Serangan-serangan ini telah menempatkan Iran di titik kritis, dengan hampir setiap hari melaporkan terjadi kebakaran, ledakan, dan kecelakaan lainnya yang mungkin disabotase asing.
Seorang pejabat Timur Tengah mengatakan kepada The New York Times awal bulan ini bahwa dinas intelijen Israel bertanggung jawab atas ledakan fasilitas nuklir. “Kami mengambil tindakan yang lebih baik dibiarkan tanpa pemberitahuan,” kata Menteri Luar Negeri Israel, Gabi Ashkenazi pada konferensi pers 5 Juli sehubungan dengan Iran.
Pejabat Iran mengatakan sebagian besar insiden yang dilaporkan adalah kecelakaan normal, tetapi dalam beberapa kasus diduga disabotase musuh.
Seorang mantan pejabat pertahanan Israel mengatakan sudah menjadi rahasia umum di kalangan intelijen Israel bahwa setidaknya beberapa peristiwa di Iran selama sebulan terakhir adalah pekerjaan operasi intelijen Israel.
“Saya tidak tahu yang mana tepatnya dan tidak akan memberi tahu, karena intinya adalah orang Iran merasa sangat tertekan ketika mencoba memutuskan apa yang mungkin menjadi pekerjaan kami,” katanya seperti dikutip di Insider, Jumat (17/7/2020).
Mantan pejabat itu berbicara dengan menyembunyikan identitasnya karena khawatir akan dampaknya. Menurutnya, kebijakan berkelanjutan pemerintah Israel tentang Iran sangatlah jelas.
“Sudah diputuskan untuk mengikuti pimpinan pemerintahan Trump dengan mengerahkan ‘tekanan maksimal’ pada Iran,” katanya merujuk kebijakan sanksi ekonomi AS yang diarahkan ke Iran.
Tekanan Maksimal, Strategi Minimal
Seorang pejabat intelijen Uni Eropa yang enggan disebut namanya mengatakan serangan tampaknya menjadi bagian dari kampanye tekanan maksimal, strategi minimal.
Sumber itu mengatakan Iran dapat mempertimbangkan pembalasan setelah bersabar karena terbunuhnya komandan tertinggi Jenderal Qassem Soleimani pada Januari lalu dalam serangan pesawat tak berawak milik AS.
“Garis keras sebenarnya ingin mengambil sikap tentang insiden seperti Soleimani, namun ditahan karena masih krisis Covid-19 di seluruh dunia dan sejumlah faktor lain,” kata pejabat itu.
“Ini adalah hal lain untuk melakukan serangkaian operasi cepat tanpa strategi, dan saya khawatir rencana Israel ini adalah untuk memprovokasi respons Iran yang dapat berubah menjadi eskalasi militer, sementara Trump tetap di kantor.” [wip]