(IslamToday ID) – Arab Saudi membukukan defisit hingga 29 miliar dolar AS untuk kuartal kedua tahun ini karena penurunan harga minyak dan turunnya permintaan, sehingga mempengaruhi pendapatan.
Dilaporkan Reuters, pendapatan dari minyak Kerajaan Saudi untuk April hingga Juni turun 45 persen, atau total pendapatannya turun 49 persen dibanding tahun lalu.
Saudi telah mengambil beberapa langkah penghematan untuk mengendalikan pengeluaran dan mengurangi dampak krisis minyak terhadap ekonominya. Akan tetapi tampaknya kebutuhan akan semakin lebih banyak.
“Pemangkasan di sektor pengeluaran sangat penting untuk mengatasi defisit,” kata Monica Malik, kepala ekonom di Abu Dhabi Commercial Bank, Rabu (30/7/2020), seperti dikutip di Oilprice.
“Sikap proaktif pemerintah sudah tercermin dalam langkah-langkah penghematan yang diumumkan pada bulan April. Namun, ini akan mengurangi prospek pemulihan.”
Sejak Januari 2020, pemerintah Saudi telah mengumumkan pemangkasan pengeluaran anggaran tahun 2020 sebesar 13,2 miliar dolar AS. Pemangkasan anggaran itu dipilih dari beberapa item program yang tidak berpengaruh banyak pada sektor ekonomi dan sosial.
Saudi juga menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 15 persen dari sebelumnya 5 persen. Serta penangguhan tunjangan hidup bagi pegawai negeri yang merupakan pekerjaan mayoritas warga Saudi.
Langkah-langkah penghematan ini bertujuan agar bisa mempercepat pemulihan ekonomi setelah krisis selesai. Sebab jika kerajaan meminjam atau berutang dalam jumlah besar tidak akan banyak membantu, malah akan kesulitan dalam melunasi.
Untuk saat ini, ada minat yang kuat bagi Saudi untuk berutang, namun hal itu tidak akan dilakukan permintaan minyak diprediksi akan kembali meninggi. Riyadh sendiri sudah memiliki utang hampir 13 miliar dolar AS di pasar internasional dan domestik.
IMF berharap ekonomi Saudi berkontraksi 6,8 persen tahun ini, pihak kerajaan menyebut masih pesimistis. [wip]