(IslamToday ID) – Militer Israel menerapkan hukuman tak masuk akal yakni menuangkan beton ke kamar tidur seorang penduduk Palestina. Penduduk Palestina tersebut dituduh telah membunuh seorang tentara.
Militer Israel dua kali meminta izin untuk menghancurkan rumah keluarga Nazmi Abu Bakr (49), yang dituduh oleh pihak berwenang melakukan pembunuhan. Ia diduga menjatuhkan batu bata tepat di kepala seorang tentara Israel yang kemudian tewas.
Israel sering merobohkan rumah-rumah warga Palestina yang dituduh merugikan atau berusaha menyakiti warga sipil atau pasukan keamanan Israel. Tindakan tersebut dikutuk oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) sebagai kejahatan perang dalam bentuk hukuman kolektif.
Pengadilan Tinggi Israel menolak izin militer untuk menghancurkan rumah keluarga Abu Bakr dalam hal ini. Menurut pengadilan itu, pembongkaran tidak pantas dilakukan karena istri dan delapan anaknya tidak terlibat dalam kejahatan apapun.
Militer zionis sekarang berencana untuk menuangkan beton ke kamar tidur tersangka secara permanen untuk menutup akses ke bagian rumah itu.
Abu Bakr didakwa melakukan pembunuhan pada bulan Juni lalu atas kematian seorang tentara, Amit Ben Ygal di Ya’bad, Tepi Barat utara.
Jaksa menuntut Abu Bakr mengaku sengaja membunuh Ben Ygal, meskipun orang Palestina dan pengacaranya sejak itu menyatakan ia tidak membuat pengakuan seperti itu, dan hanya bermaksud untuk melukai tentara itu.
Menurut LSM Israel, B’tselem, Israel telah menghancurkan lebih dari 650 rumah sebagai hukuman antara 2001 dan 2005. Negara Yahudi itu menghentikan praktik hukuman tersebut setelah militer meninjau bahwa hal itu tidak mengurangi intensitas serangan.
Pasukan Israel melanjutkan praktik kontroversial pembongkaran rumah yang bersifat menghukum pada tahun 2014, ketika ketegangan meningkat atas penculikan dan pembunuhan terhadap tiga remaja Israel dan pembunuhan seorang warga Palestina.
Pada bulan Juli, seorang ahli HAM PBB mengutuk praktik tersebut.
“Sejak 1967, Israel telah menghancurkan lebih dari 2.000 rumah Palestina, yang bertujuan untuk menghukum keluarga Palestina atas tindakan yang mungkin dilakukan beberapa anggota keluarga mereka, padahal mereka tidak melakukannya,” kata Michael Lynk seperti dikutip dari TRTWorld, Senin (19/10/2020).
Menurutnya, hukuman berupa penghancuran rumah itu bukannya menghentikan serangan, tetapi malah berkontribusi pada meningkatnya kebencian dan aksi balasan.
“Ini merupakan penghinaan terhadap keadilan dan supremasi hukum jika cara-cara seperti itu terus digunakan di abad ke-21. Menghukum secara kolektif warga Palestina atas tindakan beberapa orang tidaklah bisa dibenarkan,” kata Lynk. [wip]