(IslamToday ID) – India dan Amerika Serikat (AS) telah menandatangani pakta pertahanan utama, yang akan memberi New Delhi akses ke data geospasial AS, sehingga meningkatkan akurasi sistem dan senjata otomatis seperti rudal dan drone bersenjata.
AS juga menyatakan akan berdiri bersama rakyat India untuk menghadapi ancaman kedaulatan dan kebebasan mereka.
Pakar pertahanan dan keamanan menyatakan kedekatan India dengan AS dapat berdampak pada geopolitik Asia, terutama mitra strategis jangka panjang India dan Rusia. Sementara beberapa yang lain percaya hal itu dapat membuat China makin tak kompromi dalam sengketa perbatasan yang diperdebatkan dengan India.
“Ini akan berdampak sangat dalam terhadap geopolitik kawasan, bukan hanya Rusia, Pakistan, dan China. Ini adalah hal besar yang terjadi pada hari Selasa. Jangan meremehkan pentingnya perjanjian ini,” kata Pravin Sawhney, editor FORCE, sebuah majalah yang membahas masalah pertahanan dan keamanan seperti dikutip dari Sputniknews, Jumat (6/11/2020).
Perjanjian Pertukaran dan Kerja Sama Dasar (BECA), salah satu kesepakatan dasar yang ditandatangani AS hanya dengan mitra dekat, adalah yang terakhir dari perjanjian dasar yang ditandatangani New Delhi dengan Washington pada hari Selasa, 27 Oktober 2020.
Sedangkan kesepakatan pertama yakni Perjanjian Keamanan Umum Informasi Militer (GSMIA) yang ditandatangani pada tahun 2002, ketika almarhum Atal Bihari Vajpayee menjabat sebagai Perdana Menteri India.
Sawhney yakin kesepakatan terbaru dengan Washington menawarkan tiga hal untuk Delhi. Yakni intelijen atau informasi tentang data, kemampuan militer, dan pelatihan lanjutan dengan militer AS, baik secara bilateral maupun multilateral.
Namun, pakar strategis memperingatkan bahwa akses ke sistem militer canggih ini tidak datang secara gratis, atau dalam istilah militer bisa berpotensi untuk mengontrol operasi militer India.
“Mereka dapat mengontrol seluruh siklus perang jika mereka mau. Jadi dengan memberi kami tiga pengganda kekuatan, mereka berpotensi dapat mengontrol seluruh operasi kami,” kata Sawhney.
Menurutnya, melalui pakta tersebut AS bisa meminta India bertanggung jawab atas namanya demi keamanan jalur laut di kawasan Samudra Hindia. “Ada tujuan strategis dan tujuan militer,” ungkapnya.
Sawhney menunjukkan bahwa sekarang China bisa menjadi lebih tanpa kompromi di perbatasan yang kontroversial dengan India. Beijing juga tidak gelisah oleh semua itu.
Kementerian Luar Negeri China pada hari Rabu ingin menegaskan kembali bahwa strategi Indo-Pasifik yang diusulkan oleh AS menyuarakan pola pikir perang dingin yang sudah ketinggalan zaman, konfrontasi antara blok dan persaingan geopolitik.
Namun demikian, Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa masalah perbatasan China-India adalah antara kedua negara, dan AS harus berhenti menyebarkan perselisihan di antara negara-negara di kawasan sehingga melemahkan perdamaian dan stabilitas regional.
Sengketa perbatasan Sino-India mencapai skala yang belum pernah terjadi sebelumnya pada musim panas 2020, yang mengakibatkan bentrokan, di mana 20 tentara India tewas.
Tak Ada Kompromi
Sependapat dengan Sawhney, Prof Bali Ram Deepak dari Pusat Kajian China dan Asia Tenggara yang berbasis di New Delhi di Universitas Jawaharlal Nehru, mengatakan bahwa China tidak pernah mengakomodasi jika menyangkut perbatasannya dengan India.
“Jika Anda melihat hubungan kami di tahun 1980-an atau 1990-an, bahkan di dekade pertama 2000, selama tiga dekade ini, meskipun kami meletakkan isu-isu yang diperdebatkan, tidak ada kompromi sama sekali (dari pihak China),” jelasnya.
Prof Deepak melanjutkan bahwa selama tiga dekade, China telah mempersempit kesenjangannya dalam hal kemampuan teknologi dan pertahanan dengan AS, sementara melebarkannya dengan India.
“Mengingat asimetri ini, China menjadi lebih tegas di sepanjang perbatasan kami, dan China percaya bahwa keseimbangan kekuatan setidaknya di Asia mendukungnya dan tidak perlu membuat konsesi apa pun ke India,” lanjutnya.
Akademisi yang konsen di kajian China dan Asia Tenggara itu mengatakan, Beijing sudah berpikir strategis, mengingat kemungkinan India bergerak lebih dekat ke AS dalam hal kerja sama keamanan.
Transfer Teknologi AS
Prof Deepak skeptis apakah pakta pertahanan terbaru dengan AS akan mengarahkan New Delhi ke Washington. Ia percaya bahwa jenis platform dan sistem yang diperoleh India dari AS sejauh ini terbatas.
“Untuk memberikan persetujuan penuh pada perjanjian dasar ini, India dan AS benar-benar perlu mentransfer teknologi dan banyak platform. Jadi pada saat ini, itu tidak cukup. Saya ragu AS akan bersedia membagikan teknologi tinggi ini dengan India secara instan,” katanya.
Selain itu, masih harus dilihat apakah India bersedia membuka fasilitasnya untuk AS.
“Kami juga harus melihat komitmen dan hubungan New Delhi dengan Moskow karena Rusia akan mengawasi dengan sangat cermat, seperti seberapa jauh kami akan condong ke AS sejauh menyangkut kerja sama keamanan,” tambah profesor itu.
AS adalah pengekspor sistem pertahanan terbesar kedua ke India setelah Rusia. Ditunjuk sebagai mitra pertahanan utama oleh Washington, New Delhi telah menandatangani kesepakatan transaksi senjata senilai lebih dari 20 miliar dolar AS sejak 2008.
Meskipun ada peningkatan pasokan senjata dari Washington, Rusia tetap menjadi pemasok pertahanan utama India, yakni 86 persen peralatan, senjata, dan platform yang saat ini ada di dinas militer negara tersebut. [wip]