(IslamToday ID) – Nama Islandia mungkin belum begitu dikenal sebagai sebuah negara. Beda dengan negara tetangganya seperti Inggris, Irlandia, Norwegia, atau Finlandia yang sudah sangat familier.
Islandia adalah sebuah pulau yang juga merupakan sebuah negara di bagian utara Samudera Atlantik. Islandia sendiri lebih terkenal dengan pemandangannya yang indah dan fenomena aurora.
Berbicara tentang kondisi demografis, salah satu negara yang lekat dengan bangsa Viking ini hanya memiliki 356.991 populasi yang tersebar di seluruh negeri.
Berdasarkan laporan Asosiasi Muslim di Islandia, penduduk muslim di sana hanya 800 hingga 1.000 orang. Sebagian besar dari mereka menetap di Reykjavic, yang merupakan ibukota negara sekaligus kota terbesar di Islandia. Kendati demikian, sebagian kecil ditemukan di daerah Dalvik.
Meskipun sebagai golongan minoritas, orang Islam di Islandia difasilitasi oleh Asosiasi Muslim Islandia (Felag Muslima a Islandi) sejak tahun 1997. Asosiasi ini dipimpin oleh Salman Tamimi, seorang imigran dari Palestina.
Komunitas Islam telah memiliki masjid sejak tahun 2002. Selain mengadakan salat lima waktu, masjid juga menawarkan kegiatan rutin salat Jumat. Mereka sering mengadakan perkumpulan dengan anggota inti 30 orang. Mereka terdiri dari orang-orang asli Islandia yang memeluk Islam dan muslim dari seluruh dunia yang menetap di negara tersebut.
Tak hanya sebagai kaum minoritas, umat muslim di Islandia juga menghadapi tantangan dari segi geografis negara ketika bulan Ramadan tiba. Pasalnya, matahari terbenam pada tengah malam dan terbit dua jam kemudian selama puncak musim panas.
Jam matahari yang lebih banyak membuat umat muslim di negara yang terletak dekat dengan Lingkaran Arktik itu, harus berpuasa selama 21 jam 51 menit. Sebagai informasi, matahari baru terbenam sekitar jam 11.57 malam.
Tetapi, beberapa ulama dan organisasi Islam menawarkan tiga opsi untuk meringankan umat muslim di Islandia. Yang pertama, mereka dapat berbuka puasa menggunakan waktu matahari terbenam di negara terdekat yang tidak memiliki siang hari terus menerus.
Kedua, waktu matahari terbenam dapat mengacu dengan negara mayoritas muslim terdekat. Ketiga, mereka diperbolehkan mengikuti waktu Arab Saudi. Jika tidak, mereka berbuka puasa berdasarkan waktu Islandia.
“Saya akan mengikuti waktu setempat di Reykjavik. Puasa 21 jam tanpa makan dan minum adalah waktu yang lama. Tapi Insya Allah, mayoritas muslim di sini (Reykjavic) sudah terbiasa melakukannya,” kata Karim Askari, Direktur Eksekutif Yayasan Islam Islandia seperti dikutip dari CNBC, Jumat (5/2/2021).
Masjid di ibukota Islandia telah setuju untuk mengikuti waktu fajar dan senja setempat untuk memutuskan kapan mereka harus berbuka puasa. Tetapi, terdapat masjid dan organisasi Islam yang mengikuti jam negara Eropa lainnya seperti Perancis.
“Mereka bisa memilih apa yang mereka inginkan. Beberapa orang tidak dapat menerima bahwa mereka akan berbuka puasa hampir tengah malam, karena mereka terbiasa menunggu di negara asalnya. Jadi mereka akan mengikuti waktu setempat (negara asalnya),” jelas Askari.
Apa yang tampak seperti kondisi ekstrem bagi sebagian orang adalah berkah terselubung bagi Askari. Ia bersikukuh bahwa berpuasa dalam cuaca dingin lebih mudah daripada di Asia dan Timur Tengah, di mana suhu bisa melonjak pada siang hari.
“Lebih sulit berpuasa dalam cuaca panas. Orang bisa merasa marah tanpa makan atau minum, sedangkan di cuaca dingin lebih mudah menjalani hari,” pungkas Askari. [wip]