(IslamToday ID) – Mohammed Bashiti diketahui tinggal di dekat kompleks Al Aqsa, Palestina. Ia pun merasakan berbagai persekusi yang dilakukan Israel. Ia yang tinggal bersama keluarganya diketahui memiliki rumah yang hanya berjarak 1 meter dari Masjid Al Aqsa.
Mohammed mengatakan keluarganya memiliki properti di lingkungan al-Sharaf, yang telah di bawah kendali Israel sejak penjajahan di Yerusalem Timur pada tahun 1967. Namun kesempatan tinggal di dekat masjid suci itu tidak bisa dinikmatinya karena anak-anak Mohammed berkali-kali ditangkap serdadu Israel.
“Masa kecil mereka ditandai dengan penggerebekan, penyerangan, penangkapan, pemukulan, penyiksaan, pemisahan, dan tahanan rumah,” kata Mohammed seperti dikutip dari Middle East Eye, Sabtu (20/2/2021).
Tiga anaknya, Hisham, Hatim, dan Abdul Rahman telah menghabiskan sebagian besar waktu mereka di penjara Israel, pusat interogasi, atau di bawah penahanan dan tahanan rumah. Hal ini karena sejak 1980-an, keluarga Mohammed telah menerima tawaran menggiurkan dari Israel untuk rumah mereka. Tetapi karena keluarga itu mempertahankan properti itu, menolak untuk menjualnya. Otoritas Israel telah berusaha menekan mereka.
Putra tertua Mohammed, Hisham yang berusia 20 tahun, telah dipenjara sejak Oktober lalu atas tuduhan melemparkan bom molotov ke pasukan pendudukan di Kota Isawiya, dekat Yerusalem. Anak kedua, Hatim yang berusia 17 tahun adalah yang paling beruntung di antara saudara-saudaranya karena ia dapat bergabung kembali dengan sekolah tahun ini dan mempersiapkan ujian umum.
Putra ketiga, Abdul Rahman, seorang bocah laki-laki berusia 16 tahun yang menderita diabetes sejak ia berusia empat tahun, baru-baru ini secara paksa dipindahkan dari rumahnya di Yerusalem dengan dakwaan yang tidak jelas. Saat ini ia sedang menjalani tahanan rumah wajib di Kota Shuafat, sebelah utara Yerusalem.
Pada 2004, Mohammed menggugat Kementerian Agama Israel, menuntut mereka mengembalikan properti yang mereka sita, salah satunya diubah menjadi sinagog. Namun, karena tingginya biaya kasus dan tekanan besar yang dihadapi keluarga karena tidak adanya dukungan resmi Palestina, ia tidak punya pilihan selain menahan diri untuk tidak melanjutkan kasus ini lebih jauh.
Setelah kasus pengadilan, otoritas pendudukan Israel meningkatkan tekanan mereka pada Mohammed dan mulai lebih sering menyerang rumahnya di Yerusalem.
Pada saat Hisham berusia 13 tahun, tentara Israel dikatakannya juga mulai mengganggunya, seperti yang terjadi kemudian dengan Hatim dan Abdul Rahman. “Ketiga anak laki-laki saya dan saudara perempuan mereka Baylasan tidak pernah menikmati masa kecil yang damai,” kata Mohammed.
Sebaliknya, masa kecil mereka ditandai dengan penggerebekan, penyerangan, penangkapan, pemukulan, penyiksaan, perpisahan, dan tahanan rumah.
“Otoritas pendudukan Israel berusaha untuk menghancurkan mereka karena mereka melakukan salat di Masjid Al Aqsa secara teratur dan menjaga hubungan sosial yang baik dengan penduduk Kota Tua, sesuatu yang tidak disukai oleh Israel,” pungkasnya. [wip]