(IslamToday ID) – Save the Children, organisasi sosial pemerhati anak, menyatakan militer Myanmar telah menewaskan 43 anak-anak sejak kudeta 1 Februari. Di antara mereka ada seorang anak laki-laki usia 5 tahun dan anak perempuan berusia 6 tahun.
Save the Children menyebut beberapa anak ditembak saat bermain di dekat atau di dalam rumah mereka ketika tentara dan polisi menggerebek pemukiman dan menembak secara acak.
Organisasi kemanusiaan itu menyatakan 15 anak di bawah 16 tahun telah dibunuh oleh rezim. Jumlah kematian anak-anak meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 12 hari terakhir.
“Ini adalah skenario mimpi buruk yang sedang berlangsung. Kami terkejut bahwa anak-anak terus menjadi salah satu target serangan fatal ini, meskipun ada seruan berulang kali untuk melindungi anak-anak dari bahaya,” bunyi keterangan Save the Children seperti dikutip dari Irrawaddy, Sabtu (3/4/2021).
Kelompok itu mengatakan jumlah anak yang terluka belum dicatat, tetapi kemungkinan besar akan signifikan.
Anak terakhir yang tercatat mengalami cedera adalah anak berusia satu tahun. Ia ditembak di matanya dengan peluru karet. Ia selamat setelah operasi tetapi kehilangan satu matanya.
“Anak-anak yang tidak bersalah memiliki masa depan mereka secara brutal dan tanpa perlu direnggut dari mereka. Anak-anak telah menyaksikan kekerasan dan kengerian,” beber Save the Children.
Sabtu pekan lalu setidaknya 11 anak ditembak mati oleh militer Myanmar. “Kami sekali lagi meminta angkatan bersenjata untuk segera menghentikan serangan mematikan terhadap pengunjuk rasa ini,” pungkas Save the Children.
Sementara itu, kelompok Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) memperkirakan junta militer Myanmar telah menewaskan 550 orang sejak peristiwa kudeta termasuk di antaranya adalah anak-anak.
Pada hari Jumat (2/4/2021), dilaporkan ada dua kematian. Oposisi Myanmar melakukan unjuk rasa hampir setiap hari di beberapa kota di penjuru negara itu untuk menolak kudeta militer. Unjuk rasa itu sering disebut unjuk rasa gerilya.
Orang-orang bahkan melakukan unjuk rasa pada malam hari dengan menyalakan lilin. Pada awal-awal unjuk rasa, ada puluhan ribu orang melakukan protes di banyak kota-kota besar di Myanmar.
Otoritas sampai memerintahkan agar sambungan internet diputus, sehingga merampas akses sebagian besar masyarakat pengguna internet di Myanmar. Otoritas juga menerbitkan surat perintah pada 18 acara bisnis, selebriti, dan influencer karena dianggap telah melawan junta militer Myanmar.
Beberapa aktris yang melawan aturan yang diterbitkan oleh militer Myanmar adalah Paing Phyoe. Lewat unggahan di Facebook, Phyoe mengatakan dirinya tidak takut.
“Apakah surat perintah diterbitkan atau tidak, selama saya hidup saya akan menetang kediktatoran militer yang merundung dan membunuh orang-orang. Revolusi harus menang,” kata Phyoe.
Pengguna media sosial di Myanmar pada hari Sabtu (3/4/2021) tampaknya kesulitan mendapatkan akses internet. Militer Myanmar sudah memblokir media sosial seperti Facebook. [wip]