ISLAMTODAY ID — Raksasa perusahaan energi minyak dan gas alam Amerika Serikat Chevron Corp (CVX.N) melobi para anggota parlemen dan pejabat pemerintah Washington untuk melindungi kepentingan energinya di Myanmar selama kuartal pertama.
Untuk diketahui, pemerintahan Presiden Joe Biden berada di bawah tekanan untuk menjatuhkan sanksi terhadap junta militer negara Asia Selatan itu, demikian menurut pengungkapan federal.
Chevron adalah salah satu dari sedikit perusahaan minyak dan gas internasional yang memiliki andil besar dalam kekayaan energi Myanmar, yang telah menjadi sumber pendapatan penting bagi penguasa militer yang merebut kekuasaan pada Februari dan memberlakukan tindakan keras berdarah terhadap protes politik.
Menurut pengungkapan lobi, Chevron menghabiskan $ 2.170.000 untuk melobi di Amerika Serikat dalam tiga bulan pertama tahun 2021.
Pekerjaan itu termasuk diskusi dengan anggota parlemen dan pejabat di Departemen Luar Negeri, Departemen Perdagangan, dan Dewan Keamanan Nasional tentang berbagai masalah di beberapa negara, termasuk Myanmar, menurut pengajuan.
Berdasarkan laporan Reuters, Jumat (23/4), rincian diskusi tidak tersedia. Pejabat pemerintahan Biden tidak segera mengomentari lobi tersebut.
Chevron juga telah melobi masalah energi Myanmar pada tahun-tahun sebelumnya sebelum kudeta militer disana.
Kepemilikan Chevron di Myanmar mencakup 28,3 % saham di ladang gas alam Yadana dan 28,3 % saham dalam pipa yang membawa gas Burma ke Thailand.
Juru bicara Chevron menolak untuk mengomentari rincian lobi atau tekanan sanksi, tetapi mengatakan bahwa menutup ladang Yadana akan “dapat mempengaruhi potensi produksi di masa depan.”
“Ini adalah bidang yang matang yang membutuhkan pemeliharaan berkelanjutan untuk menjaga keselamatan dan produksi di masa depan,” ujar juru bicara Chevron Braden Reddall dalam emailnya.
Chevron mengungkapkan pembayaran kepada pemerintah Myanmar melalui Extractive Industries Transparency Initiative (EITI), sebuah inisiatif global untuk meningkatkan transparansi dalam bisnis internasional.
Menurut data EITI, Chevron membayar sekitar $ 50 juta dollar ke Myanmar antara tahun 2014 dan tahun 2018.
Organisasi HAM Pukul Mundur Chevron
Sejumlah kelompok hak asasi manusia telah mendesak perusahaan minyak internasional, termasuk Chevron, Total (TOTF.PA), Woodside Petroleum (WPL.AX), dan lainnya, untuk memutuskan hubungan mereka dengan Myanmar.
Mengingat bahwa militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, menahannya dan menindak gelombang aksi protes.
Untuk diketahui, lebih dari 750 orang telah tewas sejak kudeta 1 Februari 2021 itu.
Sementara itu, Penyelidik hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyerukan sanksi internasional terkoordinasi terhadap perusahaan minyak dan gas negara Myanmar MOGE, yang merupakan mitra di Yadana dan aset negara lainnya, untuk mencekik pendapatan bagi junta militer.
Langkah tersebut dapat memaksa perusahaan seperti Chevron untuk menjauh dari kepemilikan energi mereka disana.[Res/Reuters]