ISLAMTODAY — Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) atau yang kerap disebut sebagai Korea Utara kini menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk dalam 73 tahun sejarah negara itu, di tengah kekurangan makanan dan obat-obatan serta peringatan akan meningkatnya pengangguran dan tunawisma.
Perekonomian Korut telah terpukul sangat parah dalam satu tahun terakhir akibat pandemi virus corona Jenis baru (Covid-19), yang membuat pembatasan perbatasan diberlakukan.
Selain itu, juga menghadapi banyak sanksi internasional yang selama ini dihadapi akibat program rudal nuklirnya, situasi ini semakin memperburuk keadaan.
Bulan lalu, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un meminta anggota Partai Buruh Korea yang berkuasa untuk melakukan ‘pawai sulit’ guna mencegah krisis ekonomi.
Kim Jong Un mengatakan, kondisi negara saat ini sama dengan kelaparan yang terjadi pada 1990-an di negara Asia Timur itu, yang membuat tiga juta orang meninggal.
“Ada banyak rintangan dan kesulitan di depan kami, jadi perjuangan untuk melaksanakan keputusan kongres partai kedelapan tidak akan berjalan lancar,” ujar Kim Jong-un kepada anggota Partai Buruh Korea yang berkuasa, dilansir The Guardian, Rabu (5/5).
Istilah ‘pawai sulit’ adalah eufemisme yang digunakan untuk menggambarkan akibat dari bencana kelaparan di Korut pada 1990-an, yang disebabkan oleh runtuhnya Uni Soviet, yang saat itu menjadi penyedia bantuan utama negara. Korban tewas diperkirakan berkisar dari ratusan ribu hingga antara dua dan tiga juta orang.
Korut menutup perbatasan darat dengan China dan Rusia pada awal 2020 setelah laporan pertama kasus Covid-19 di Wuhan, China.
Selain itu, penutupan dan pembatasan pergerakan masyarakat di dalam negeri juga diberlakukan, yang sebenarnya tepat untuk mencegah pandemi meluas, namun hal itu telah menghancurkan ekonomi yang bergantung pada impor.
“Perekonomian Korea Utara berada di ambang resesi besar,” kata Jiro Ishimaru, Kepala situs web Asia Press yang berbasis di Osaka, Jepang dan mengoperasikan jaringan jurnalis warga di Korut.
Jiro Ishimaru mengatakan hampir runtuhnya perdagangan dengan China telah menyebabkan hilangnya pekerjaan yang signifikan. Banyak orang terpaksa menjual harta benda dan bahkan hak tinggal ke rumah milik negara mereka digunakan untuk membeli makanan.
Data menunjukkan perdagangan Korut dengan China menyusut sekitar 80 persen tahun lalu setelah Pyongyang menutup perbatasannya. Ini menjadi langkah penting dalam mencegah wabah, mengingat virus penyebab pandemi dengan cepat dapat melumpuhkan infrastruktur kesehatan negara itu yang sudah lemah.
“Banyak orang yang menderita. Saya telah berbicara dengan kontak yang mengatakan ada lebih banyak orang yang mengemis makanan dan uang di pasar, dan peningkatan jumlah tunawisma. Juga ada kebutuhan yang sangat besar akan antibiotik dan obat-obatan lainnya,” tandas Jiro Ishimaru.
The Guardian