ISLAMTODAY — Pemerintah Taiwan menyatakan mengapresiasi kesediaan Amerika Serikat (AS) karena telah menyepakati rencana penjualan 40 sistem artileri howitzer dengan nilai US$750 juta atau sekitar Rp 10,75 Triliun.
Artileri Howitzer yang digadang-gadang menjadi kunci utama menghentikan invasi, memungkinkan militer Taiwan mengarahkan tembakan ke kapal pengangkut pasukan yang hendak masuk ke wilayah kedaulatannya.
Diketahui, Howitzer menembak dalam sudut tinggi dan memiliki daya penghancur yang sangat besar karena proyektil yang dilontarkan.
Kementerian Luar Negeri Taiwan mengatakan penjualan senjata kali ini merupakan pertama yang diumumkan sejak Joe Biden menjabat presiden Amerika Serikat, Januari lalu. Kesepakatan itu juga disebut akan membantu pulau itu menghadapi invasi China.
“Menghadapi ekspansi dan provokasi militer China yang terus berlanjut, pemerintah kami akan meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional dengan tekad yang teguh untuk membela kehidupan rakyat dan cara hidup kami yang bebas dan demokratis,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Taiwan, dilansir AFP, Kamis (5/8).
Kemlu Taiwan mengatakan Kesepakatan tersebut juga akan membantu memperkuat pertahanan diri serta perdamaian dan stabilitas kawasan.
PemerintahaN Biden menyetujui penjualan 40 sistem artileri howitzer medium 155mm M109A6 itu pada Rabu (4/8) dan masih membutuhkan persetujuan Kongres AS.
Taipei vs Beijing
Meski tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan karena kebijakan “Satu China”, Washington dan Taipei memiliki perjanjian kerja sama. Pakta kerja sama itu meliputi bidang ekonomi hingga pertahanan.
Dalam perjanjian itu, AS memiliki tanggung jawab membantu Taiwan melindungi diri dari ancaman agresi China.
Sementara itu, China mengklaim Taiwan adalah bagian dari wilayahnya bahkan bersumpah akan merebut dengan kekerasan jika diperlukan.
AS juga tak secara terbuka berkomitmen membela Taiwan, akan tetapi Washington menyatakan bahwa setiap perubahan status masa depan pulau itu tak boleh dilakukan dengan paksa.
Membela Taiwan dari invasi China juga telah menjadi masalah bipartisan yang langka bagi Washington termasuk persetujuan Kongres AS atas penjualan artileri Howitzer.
Taiwan memiliki pemerintahan sendiri. Namun, mereka hidup di bawah ancaman China.
Hubungan China dan Taiwan terus memburuk setelah Taipei dipimpin oleh Presiden Tsai Ing-wen.
Ia merupakan Presiden Taiwan yang pro-demokrasi. Sejak memimpin pada tahun 2016, Tsai Ing-wen terus berupaya mencari pengakuan internasional bagi Taiwan, termasuk dengan mendekatkan diri ke Amerika Serikat (AS).
Presiden China Xi Jinping, bersikeras tidak akan membiarkan Taiwan merdeka.
Bahkan, Xi bersumpah akan melakukan segala cara, termasuk perang militer, demi mempertahankan wilayah Taiwan.[AFP/CNN/IZ]