ISLAMTODAY ID-AS menyatakan keprihatinan atas dugaan kerja China dalam memperluas persenjataan nuklirnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan selama pertemuan virtual lebih dari dua puluh negara peserta Forum Regional ASEAN (ARF).
“Menteri mencatat dengan keprihatinan mendalam pertumbuhan yang cepat dari persenjataan nuklir [China] yang menyoroti bagaimana Beijing telah secara tajam menyimpang dari strategi nuklirnya yang berusia puluhan tahun berdasarkan pencegahan minimum,” ungkap pernyataan dari Departemen Luar Negeri AS, seperti dilansir dari Sputniknews, Jumat (6/8).
Tuduhan bahwa China mengembangkan persenjataan nuklirnya muncul karena penemuan pembangunan silo rudal nuklir baru melalui citra satelit.
Lebih lanjut, China tidak secara resmi mengkonfirmasi klaim tersebut.
Tetapi pada tahun 2020, ketika pemerintahan Trump mencoba untuk mengajak Beijing ke dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (New START), Beijing menolak tawaran itu dengan alasan bahwa ia memiliki persenjataan nuklir yang jauh lebih kecil daripada AS atau Rusia.
Sumber Kekhawatiran Lain AS
Selain itu, Blinken juga mengangkat isu-isu lain yang menjadi perhatian Washington, khususnya perilaku “provokatif” Beijing di perairan sengketa Laut China Selatan.
China menganggap bagian penting dari laut sebagai perairan teritorialnya sendiri dan melakukan kontrol de facto atas mereka.
Namun, empat negara lain – ditambah Taiwan – membuat klaim teritorial di Laut Cina Selatan.
Sementara itu, AS telah menuduh Beijing menghalangi kebebasan navigasi di wilayah tersebut dan secara rutin mengirim angkatan lautnya ke laut.
Untuk diketahui, misi tersebut terkadang berlayar sangat dekat dengan pasukan China.
Beijing dengan keras mengutuk misi-misi ini sebagai “provokasi”, yang suatu hari nanti dapat mengarah pada konfrontasi bersenjata yang tidak dibutuhkan oleh kedua negara.
Berbicara pada pertemuan ARF, Blinken juga mengatakan AS prihatin dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Tibet dan Xinjiang, serta di Hong Kong.
Washington dan negara-negara barat lainnya mengklaim bahwa Beijing menindas penduduk wilayah ini, tetapi China dengan keras menolak tuduhan ini.
Beijing juga menyamakan klaim semacam itu dengan campur tangan dalam urusan dalam negeri negara itu, yang ilegal menurut hukum internasional.
(Resa/Sputniknews)