ISLAMTODAY ID-Keluarga Almarhum Mohib Ullah, seorang pemimpin komunitas dari Masyarakat Rohingya Arakan untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia, telah menyalahkan kelompok garis keras atas kematiannya.
Pemimpin Muslim Rohingya terkemuka Mohib Ullah ditembak mati di sebuah kamp pengungsi di Bangladesh selatan pada hari Rabu (29/9), ungkap juru bicara PBB dan seorang pejabat polisi setempat.
Berbulan-bulan kekerasan di pemukiman pengungsi terbesar di dunia di Cox’s Bazar semakin memburuk.
Ullah, yang berusia akhir 40-an, memimpin salah satu dari beberapa kelompok komunitas terbesar yang muncul sejak lebih dari 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari kekerasan di Myanmar setelah tindakan keras militer pada Agustus 2017.
Sebagian besar pengungsi telah terjebak di kamp-kamp di Bangladesh sejak itu.
Beberapa tahun terakhir, Ullah diundang ke Gedung Putih untuk mewakili komunitas Rohingya di Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sementara pada Rabu (29/9) malam, penyerang tak dikenal menembak mati Ullah.
Insiden tersebut mendorong pihak berwenang Bangladesh untuk mengerahkan ratusan polisi bersenjata tambahan di kamp-kamp pada hari Kamis (30/9).
Kekerasan di Kamp Pengungsian
Habib Ullah, saudara laki-laki korban, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa Mohib telah menerima ancaman pembunuhan dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dalam beberapa bulan terakhir dan setidaknya delapan orang dari kelompok itu ambil bagian dalam serangan itu.
“Pasukan ARSA telah melakukan pembunuhan ini. Mereka sering mengancam akan membunuh saudara saya dari nomor (telepon) yang berbeda,” ujarnya, seperti dilansir dari TRTWorld, Kamis (30/9).
“ARSA tidak hanya membunuh saudara kita, mereka juga membunuh pemimpin besar kita.”
Polisi mengatakan setidaknya empat penyerang tak dikenal terlibat dalam penembakan yang terjadi saat Mohib Ullah mengobrol dengan tokoh masyarakat lain di luar kantornya.
Mohib Ullah telah membentuk Masyarakat Rohingya Arakan untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARSPH), sebuah kelompok hak asasi berbasis komunitas yang mendokumentasikan kekejaman yang diduga dilakukan terhadap kelompok tersebut oleh militer Myanmar selama serangan tahun 2017.
Mantan guru sekolah itu menjadi terkenal setelah kelompoknya mengadakan rapat umum besar-besaran pada peringatan kedua penumpasan pada tahun 2019 yang dihadiri sekitar 200.000 orang Rohingya.
“Mohib Ullah adalah perwakilan terkemuka komunitas Rohingya, yang berbicara menentang kekerasan di kamp-kamp dan mendukung hak asasi manusia dan perlindungan pengungsi. Pembunuhannya memberikan efek mengerikan di seluruh komunitas,” ujar Saad Hammadi-Juru Kampanye Asia Selatan Amnesty International, sebagai tanggapan atas pembunuhan tersebut.
Sedikitnya dua ribu pengungsi Rohingya terpaksa mengungsi dari tempat penampungan mereka ke kamp-kamp lain sejak kekerasan pecah tahun lalu antara dua faksi yang bersaing memperebutkan kendali atas perdagangan narkoba di kamp-kamp tersebut.
“Kekerasan di kamp-kamp pengungsi di Cox’s Bazaar telah menjadi masalah yang berkembang. Kelompok bersenjata yang mengoperasikan kartel narkoba telah membunuh orang dan menyandera. Pihak berwenang harus segera mengambil tindakan untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut,” ujar Hammadi.
Belum Ada Penangkapan
Tidak ada komentar langsung dari ARSA.
Selain itu, seorang anggota senior kelompok Mohib Ullah juga menyalahkan ARSA.
Dia mengatakan bahwa kelompok itu marah dengan popularitas Mohib Ullah yang semakin meningkat di kamp-kamp pengungsi dan pekerjaannya yang memberi “Rohingya suara nalar yang non-kekerasan, progresif dan liberal.”
Aktivis HAM Nur Khan Liton mengatakan Mohib Ullah mengatakan kepadanya awal bulan ini bahwa dia telah menerima ancaman pembunuhan dari ARSA setelah kelompok haknya meluas ke semua kamp pengungsi Rohingya.
“Aktivitas damainya membuat marah ARSA,” ujar Liton kepada AFP.
Juru bicara polisi Rafiqul Islam mengatakan penyelidikan masih dalam tahap awal, dan mengatakan kepada wartawan sejauh ini tidak ada penangkapan yang dilakukan.
(Resa/AFP/TRTWorld)