ISLAMTODAY ID-Dua pertiga responden alami Islamofobia dan lebih dari 90 persen mengatakan kebencian anti-Muslim pengaruhi kesehatan mental mereka.
Lebih dari dua pertiga Muslim Amerika mengatakan mereka telah mengalami Islamofobia dengan jumlah tertinggi dari wanita Muslim, menurut sebuah jajak pendapat baru yang dirilis minggu ini.
Survei yang dilakukan oleh Othering & Belonging Institute di University of California, Berkeley, menemukan bahwa 67,5 persen responden mengatakan mereka pernah mengalami Islamofobia.
Islamofobia tersebut didefinisikan sebagai “serangan verbal dan/atau fisik, kebijakan publik, atau dehumanisasi kolektif umat Islam”.
Dari 1.123 Muslim yang disurvei, 76,7 persen wanita mengatakan mereka pernah mengalami Islamofobia, dibandingkan dengan 58,6 persen pria.
Lebih lanjut, sebanyak 93,7 persen mengatakan bahwa kebencian anti-Muslim telah mempengaruhi kesejahteraan mental atau emosional mereka sampai taraf tertentu.
“Ini mungkin menunjukkan bahwa bahkan jika seorang Muslim tidak secara langsung menjadi sasaran tindakan Islamofobia, Islamofobia yang tersebar di mana-mana di media dan budaya kita setelah 9/11 telah menciptakan suasana di mana umat Islam merasa mereka diawasi, diadili, atau dikucilkan dalam beberapa hal. bentuk,” ujar Elsadig Elsheikh, direktur program keadilan global Institut dalam siaran pers.
“Seperti yang ditunjukkan oleh survei kami, Islamofobia memiliki implikasi mendalam terhadap bagaimana Muslim AS terlibat dengan masyarakat, dan hambatan yang mereka hadapi untuk mencapai rasa memiliki,” ungkapnya, seperti dilansir dari MEE, Jumat (1/10).
Dalam jejak pendapat tersebuut, mayoritas orang berusia antara 18 dan 29 tahun paling banyak mengalami Islamofobia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Akibatnya kelompok usia ini lebih cenderung menyembunyikan agama mereka, dengan jumlah 45 persen mengatakan akan melakukannya.
Sementara itu, hasil survei diterbitkan hanya beberapa minggu setelah peringatan 20 tahun serangan 9/11 yang setelahnya menyebabkan meningkatnya permusuhan terhadap komunitas Muslim, dan kebijakan pemerintah yang menargetkan Muslim.
Namun, Elsheikh mencatat bahwa Islamofobia adalah fenomena yang ada bahkan sebelum serangan di negara itu.
“Kita tahu bahwa Islamofobia memiliki sejarah panjang di Amerika Serikat, dan itu tidak muncul setelah 9/11,” ujarnya dalam sebuah panel pada hari Selasa (28/9) yang mengumumkan hasil survei.
Lebih lanjut, Elsheikh menambahkan bahwa itu dibangun di atas kerangka rasisme struktural yang ada di Amerika Serikat.
“Islamofobia tidak hanya berdampak pada Muslim AS, tetapi juga masyarakat AS secara keseluruhan.”
Sementara data yang diterbitkan oleh Biro Investigasi Federal telah menunjukkan bahwa kejahatan kebencian terhadap Muslim telah menurun selama beberapa tahun terakhir.
Namun, kelompok hak asasi mengatakan sebaliknya bahwa insiden Islamofobia telah meningkat baru-baru ini.
Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR) yang mendukung survei tersebut mengatakan awal tahun ini bahwa lebih dari 500 insiden anti-Muslim dilaporkan pada paruh pertama tahun 2021.
Insiden tersebut termasuk serangan terhadap individu dan masjid, yang tampaknya meningkat pada bulan Mei, ketika Israel melancarkan serangan 11 hari di Gaza yang menewaskan 248 warga Palestina.
(Resa/MEE)