ISLAMTODAY ID-Jenderal Sudan yang merebut kekuasaan dalam kudeta minggu ini telah mengumumkan bahwa militer yang dipimpinnya akan menunjuk seorang perdana menteri teknokrat untuk memerintah bersamanya dalam beberapa hari.
Pengumuman itu muncul ketika pengunjuk rasa anti-kudeta yang marah bersumpah untuk terus maju dengan kampanye pembangkangan sipil, menyusul bentrokan mematikan dengan pasukan keamanan selama demonstrasi menentang pengambilalihan militer yang dikutuk secara luas.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Sputnik milik negara Rusia yang diterbitkan pada hari Jumat (29/10), Abdel-Fattah Burhan mengatakan perdana menteri baru akan membentuk kabinet yang akan berbagi kepemimpinan negara dengan angkatan bersenjata.
“Kami memiliki tugas patriotik untuk memimpin rakyat dan membantu mereka dalam masa transisi sampai pemilihan diadakan,” ujar Burhan dalam wawancara, seperti dilansir dari TRTWorld, Sabtu (30/10).
Dia mengatakan bahwa selama protes yang diharapkan berlangsung damai, “pasukan keamanan tidak akan campur tangan.”
Para pengunjuk rasa pada Jumat (29/10) berjanji akan terus maju.
Sedikitnya 8 orang tewas dan 170 terluka dalam protes sejak perebutan kekuasaan oleh tentara awal pekan ini, termasuk satu demonstran yang tewas dalam kekerasan Kamis (28/10) malam ketika pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan peluru tajam dan peluru karet, menurut petugas medis.
Ketika negara itu bersiap untuk demonstrasi besar yang direncanakan pada hari Sabtu (30/10), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak militer “untuk menahan diri dan tidak membuat korban lagi”, dengan mengatakan orang “harus diizinkan untuk berdemonstrasi secara damai”.
Perdalam Krisis Politik
Untuk diketahui, Jenderal Burhan menjabat menjadi pemimpin de facto Sudan sejak penggulingan otokrat veteran tahun 2019 Omar al Bashir setelah protes besar yang dipimpin pemuda.
Lebih lanjut, pada hari Senin (23/10) Jenderal Burhan membubarkan pemerintah yang dipimpin sipil negara itu dan memerintahkan penangkapan beberapa pejabat tinggi.
Sudan telah diperintah sejak Agustus 2019 oleh dewan sipil-militer bersama, bersama pemerintahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok, sebagai bagian dari transisi yang sekarang terhenti ke pemerintahan sipil penuh.
Hamdok telah ditempatkan di bawah tahanan rumah yang efektif, sementara para pemimpin sipil lainnya berada dalam tahanan militer. Ibukota telah diguncang oleh hari-hari kerusuhan.
“Menghadapi pengunjuk rasa damai dengan tembakan adalah sesuatu yang tidak boleh ditoleransi,” ujar pengunjuk rasa Haitham Mohamed di Khartoum.
“Itu tidak akan membuat kita mundur; itu hanya memperkuat tekad kita.”
(Resa/TRTWorld)