ISLAMTODAY — Presiden Xi Jinping adalah pemimpin paling kuat di China sejak Mao Zedong, namun Kenyataannya, Xi memiliki kendali yang lebih kuat dibanding Mao karena China bukanlah raksasa ekonomi global seperti sekarang ini ketika Mao meninggal pada tahun 1976.
Meskipun tidaklah mudah memimpin China karena banyaknya hambatan yang di hadapi Xi.
Gunung-gunung tinggi dan kaisar jauh adalah pepatah di Cina yang mengisyaratkan betapa sulitnya menjalankan negara berpenduduk 1,4 miliar orang di 23 provinsi, lima daerah otonom, empat kota madya, dan dua wilayah administrasi khusus.
Lalu ada 3.000 wilayah tingkat prefektur dan kabupaten, dan setidaknya 40.000 divisi kota praja.
Akibatnya, pemerintah daerah telah lama menutup mata terhadap beberapa diktat Beijing, sebuah dinamika yang ditangkap oleh pepatah dalam The Art of War karya Sun Tzu: “Seorang jenderal di lapangan tidak terikat oleh perintah dari penguasanya.”
Untuk mengatasi hal ini Xi dan Partai Komunis China (PKC) mendukung sebuah “resolusi historis” bulan ini, yang menjadikan Xi memiliki posisi berada di bawah Mao tetapi di atas Deng Xiaoping orang yang “menjadikan China modern”.
Dikatakan bahwa Xi adalah pemimpin inti dan keyakinannya adalah doktrin dasar negara China.
Hal ini tentunya untuk membuat seluruh pemimpin daerah dari tingkat terendah dan tertinggi dari semua prefektur, kabupaten, kota hingga provinsi tunduk pada perintah Xi.
Ini akan memberi Xi jenis otoritas yang tidak perlu dipertanyakan lagi yang diperlukan untuk mendorong agendanya.
Pengesahan pemimpin seumur hidup dengan kekuasaan yang sangat besar bagi pemimpin China hanya terjadi dalam tiga kali kepemipinan yaitu yang pertama disahkan oleh Mao pada tahun 1945 dan yang kedua oleh Deng Xiaoping tahun 1981.
Pertanyaannya adalah mengapa itu perlu?
China yang di pimpin oleh Xi adalah masa depan, namun sekarang tampaknya masa lalu sedang membayangi kepemipinan Xi dan masa depan China.
Liberalisme musuh masa lalu yang berusaha PKC dan Xi kalahkan dan hilangkan dari China.
Liberalisme telah di mulai era Jiang Zemin dan Hu Jintao yang merupakan kenangan buruk bagi PKC dan China.
Perbedaan pendapat selama masa kepresidenan mereka diizinkan secara terbuka dan universitas dapat memperdebatkan demokrasi dan perubahan konstitusi, meskipun secara diam-diam.
Di bawah Xi bentuk dari penyampaian opini dan perdebatan di universitas dapat ditekan hingga hampir tidak pernah terjadi.
Selain itu kebanggaan sejati yang dirasakan dalam peningkatan status global China saat ini juga membuat kalangan liberalis sungkan untuk melakukan kritik mereka kepada kepimpinan Xi.
Status China saat ini tampaknya telah membuat kelas menengah yang berpendidikan juga sejalan dengan apa yang dilakukan Xi.
Tetapi, penurunan ekonomi bisa saja mengubah persamaan dan membuat kepimpinan Xi terguncang.
Di mulai dengan nilai properti yang sudah jatuh dan biaya sebenarnya dari perusahaan properti China Evergrande dan pengembang lainnya yang telah bangkrut perlu diperhitungkan dampaknya bagi ekonomi China saat ini.
Selain itu masalah Hong Kong dan Taiwan belum dapat diselesaikan oleh pemerintah Xi yang tentunya kedua negara itu sangat menguntungkan para pengusaha di China.
Kedua masalah ini menimbulkan gejolak bukan hanya di antara Liberalis, kaum menengah ke atas, pengusaha saja namun juga para aktor di PKC yang mulai meragukan kepemimpinan Xi saat ini.
Maka selama 12 bulan ke depan penting bagi Xi untuk kembali meminta konfirmasi masa jabatan tak terbatas-nya bila situasi kian memburuk.
Baik Jiang maupun Hu dipaksa mundur setelah masing-masing dua kali menjabat selama lima tahun.
Ini dimaksudkan untuk mencegah perebutan kekuasaan seumur hidup yang telah dinikmati Mao.
Xi, sebaliknya, telah menjelaskan bahwa dia berniat untuk seterusnya melanjutkan masa jabatan kepresidenan.
Tampaknya kecil kemungkinan liberalis dan oposisi politik dalam negeri menggagalkan rencananya, karena Xi memiliki tentara dan kepresidenan.
Selain itu pengaruh kuat aktor-aktor PKC yang mendukung Xi juga masih sangat percaya dengan Xi
Bahkan dalam resolusi PKC yang terbaru menuliskan bahwa sebelum Xi menjabat, “kapasitas China untuk menjaga keamanan nasionalnya kurang”.
Xi telah memperluas pengaruh global China, tambah resolusi itu, tanpa sedikit pun ironi tetapi memperingatkan bahwa partai tersebut perlu tetap waspada untuk mengatasi bahaya di depan. (Rasya)